Firli Disebut Penyebab Mundur Massal Pegawai KPK, Benarkah?
- VIVA/Edwin Firdaus
VIVA – Puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan hengkang dari lembaganya sejak Januri 2020. Teranyar yakni Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah yang mengajukan pengunduran dirinya dari lembaga antirasuah pada bulan lalu.
Berbagai kalangan menyayangkan banyaknya pegawai KPK yang mengundurkan diri ini. Salah satunya Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.
Ia menilai terpilihnya Ketua KPK Firli Bahuri berikut adanya revisi UU Nomor 30 tahun 2002 yang kemudian disahkan menjadi UU No 19 Tahun 2019 Tentang KPK pada 17 September 2019 lalu, menjadi faktor utama mundur massal pegawai KPK.
"Penyebab mundurnya puluhan pegawai karena Ketua KPK dan Revisi UU KPK," kata Boyamin kepada awak media, Selasa, 29 September 2020.
Baca juga: Jokowi Perintahkan Lockdown Mini, Anggota DPR: Kenapa Baru Sekarang?
Sejak awal mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK, nama Filri Bahuri diketahui memang sarat dengan kontroversi. Pasalnya, saat bertugas sebagai Deputi Penindakan KPK Firli pernah berhadapan dengan Direktorat Pengawas Internal (PI).
PI KPK ketika itu mengusut pertemuan Firli dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi.
Firli diduga melanggar kode etik yang tercantum dalam Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, karena pertemuan berlangsung saat penyidik tengah menelisik kasus terkait TGB.
Dewan Pertimbangan Pegawai KPK akhirnya memutuskan bahwa pertemuan Firli dengan TGB dianggap merupakan pelanggaran etik berat. Namun belum sempat KPK menjatuhkan sanksi, Firli lebih dahulu ditarik oleh institusi asalnya yakni Polri. Kemudian dia mendapatkan promosi jabatan sebagai Kapolda Sumatera Selatan.
Belum genap setahun menjabat Ketua KPK, Firli kembali melakukan pelanggaran etik. Dewan Pengawas KPK memvonis Firli bersalah bergaya hidup mewah lantaran menumpangi helikopter saat berkunjung ke Sumatera Selatan. Meski dinyatakan bersalah atas perbuatannya, Firli hanya dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis.
Boyamin menilai, KPK selama ini dikenal sebagai lembaga yang hebat dalam memberantas korupsi dengan segala dinamika dan keberaniannya. Tapi sejak dikomandoi Firli dan disahkannya UU KPK hasil revisi, lembaga antikorupsi tak lagi bertaji.
"Sekarang (KPK) enggak ada dinamikanya, karena didominasi oleh pimpinan, terutama Ketua KPK. Dan keberaniannya juga sudah tidak ada," ujar dia.
Boyamin menyebut relevan pendapatnya bila disandingkan alasan Febri mengundurkan diri. Dalam surat pengunduran diri, Febri menyatakan menjadi pegawai KPK merupakan pilihan untuk dapat berkontribusi dalam upaya memberantas korupsi.
Untuk itu Febri menekankan, menjadi pegawai KPK bukanlah hanya soal status, tetapi arena perjuangan memberantas korupsi. Namun kata Febri, kondisi politik dan hukum bagi KPK telah berubah. Terutama setelah disahkannya UU KPK hasil revisi.
"Ya orang-orang idealis ketika niatnya di KPK itu hanya sarana perjuangan bukan sekadar mencari makan, bukan sekadar mencari gaji, ya maka pasti tidak nyaman," kata Boyamin.
Boyamin lantas memprediksi sosok-sosok idealis yang tersisa di KPK, seperti penyidik senior Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai (WP) Yudi Purnomo dalam waktu segera juga akan mengikuti jejak Febri.
"Pasti orang-orang idealis itu keluar semua, karena lembaga ini (KPK) enggak ada bedanya dengan lembaga yang lain. Tak ada istimewanya. Saya yakin orang-orang yang punya kredibilitas, punya talenta, punya integritas itu pasti akan ngomong perjuangan daripada gaji," kata Boyamin.
Diketahui, Posisi-posisi strategis di KPK yang kini didominasi para perwira Korps Bhayangkara. Hal itu dinilai Boyamin juga menjadi pemicu puluhan pegawai memutuskan hengkang dari KPK.
"(KPK didominasi anggota Polri) bagian dari tidak nyamannya Febri juga," imbuhnya.