Nestapa Gunung Semeru Kini Banyak Sampah Tisu Basah Bekas Cebok

Pendaki Gunung Semeru saat berada di Ranu Kumbolo, Selasa, 19 Desember 2017
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lucky Aditya (Malang)

VIVA – Otoritas pariwisata di kawasan Gunung Semeru, Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, memutuskan membuka kembali jalur pendakian mulai 1 Oktober 2020. Mereka mewajibkan seluruh pendaki mematuhi aturan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.

Para pendaki, sebagaimana diingatkan juga oleh komunitas pencinta alam Gimbal Alas Indonesia, kepada wartawan pada Kamis, 24 September 2020, harus menjaga kebersihan lingkungan selama pendakian. Komunitas itu telah membersihkan jalur pendakian agar para pendaki tidak tersesat saat menuju puncak maupun kembali turun.

Teguh Priejatmono, anggota salah satu Dewan Adat Komunitas Gimbal Alas Indonesia, bercerita bahwa dahulu pohon tumbang mereka anggap rintangan yang mengasyikkan. Sekarang, setelah pendakian menjadi bagian dari wisata dan rekreasi, pohon-pohon tumbang dan bahkan ranting-ranting mesti dibersihkan dari jalur agar tidak membahayakan para pendaki.

Baca: Prasasti Soe Hok Gie Dipasang di Puncak Tertinggi Tanah Jawa

Belakangan, seiring aktivitas pendakian gunung menjadi wisata dan bagian gaya hidup masyarakat kota, sampah di Gunung Semeru kian beragam. Sampah-sampah di sana tak hanya sampah alami seperti batang pohon tumbang, ranting dan dahan atau daun kering yang gugur sebagaimana lazim ditemui pada medio tahun 1980 hingga akhir 2000-an.

Kira-kira mulai tahun awal 2000-an, menurut Trianko Hermanda, anggota Gimbal Alas Indonesia, sampah rumah tangga seperti plastik, tisu, dan benda-benda tidak terurai kian banyak ditemukan. Puncaknya setelah meledaknya film berjudul "5 Centimeter" tahun 2013. Film yang berlatar belakang di Gunung Semeru itu menginspirasi masyarakat perkotaan untuk mendaki gunung.

"Limbah plastik, bungkus mi instan, botol, tisu, tisu basah [untuk cebok] setelah orang BAB (buang air besar)--itu kan tidak mudah hancur. Banyak sekali kami temukan di jalur pendakian sampah-sampah ini," ujar Trianko.

Pendakian Gunung Semeru memang ditutup selama satu tahun sejak 2019 lalu. Pembukaan jalur pendakian tentu sangat dinantikan oleh para pendaki. Sebagai salah satu komunitas pencinta alam tertua di kawasan Gunung Semeru, mereka mengingatkan pendaki untuk kembali membawa pulang sampah yang mereka bawa ke gunung.

Pada Agustus 2013, komunitas mereka mampu mengumpulkan sampah seberat 12 ton. Jumlah yang cukup fantastis, mengingat sampah itu ditemukan di Gunung dengan tinggi 3.676 meter di atas permukaan laut. Sampah paling banyak ditemukan di Ranu Kumbolo, lokasi favorit para pendaki ketika berkemah di Semeru, yang waktu itu sehabis momen peringatan 17 Agustus.

Setelah peristiwa itu, komunitas Gimbal Alas menggelar aksi protes kepada para pendaki yang justru merusak alam karena sampah. Salah satu anggota mereka, Tarpin Iswahyudi, beraksi jalan mundur saat mendaki Gunung Semeru pada 2013.

"Jalan mundur adalah aksi kita bentuk protes ke para pendaki untuk sadar lingkungan dengan tidak membuang sampah di Gunung. Kita tidak hanya protes tapi juga memberikan edukasi dengan mengajak pendaki tidak membuang sampah sembarangan," ujar Trianko.

Kuota untuk para pendaki di masa pandemi COVID hanya 20 persen atau 120 orang dari jumlah kapasitas 600 pendakian per hari di masa normal. Batas lama pendakian yang diizinkan maksimalkan hanya dua hari satu malam. Di pintu masuk akan ada pengecekan suhu: jika suhu 37.3 derajat celcius selama dua kali pemeriksaan, pendaki dilarang masuk. (ren)