Pimpinan KPU Positif COVID-19, Perludem Desak Pilkada 2020 Ditunda
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak agar penundaan Pilkada dipertimbangkan serius. Hal itu karena penyebaran COVID-19 yang makin meluas di Indonesia.
Angka penyebaran COVID-19 disebut hampir menyentuh seluruh kabupaten/kota se Indonesia. Dari data yang diperoleh, angka orang terinfeksi per hari terus mengalami kenaikan dan belum ada tanda-tanda wabah ini bisa dikendalikan dengan signifikan.
"Pelaksanaan pilkada memiliki banyak aktivitas yang sangat rawan menjadi titik baru penularan COVID-19. Interaksi antar penyelenggara, penyelenggara dengan peserta, penyelenggara dengan pemilih, termasuk peserta pilkada dengan pemilih," kata Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Agustyati, Sabtu, 19 September 2020.
Baca juga: 9 Rumah Sakit di Pekanbaru Penuh Akibat Lonjakan Pasien COVID-19
Tanda bahaya ini, menurutnya, sudah ditunjukkan ketika tahapan pendaftaran pasangan calon kepala daerah beberapa hari lalu. Dari data yang dirilis oleh KPU, terdapat 60 orang bakal pasangan calon yang terinfeksi COVID-19. Tidak hanya bakal calon, penyelenggara juga tidak dapat mengelak dari infeksi virus yang sudah menjadi pandemi ini.
"Terbaru, Ketua KPU RI, Arief Budiman terkonfirmasi terkena COVID-19. Artinya, sudah ada 2 orang anggota KPU RI yang terkena COVID-19, dimana sebelumnya Evi Novida Ginting juga dikonfirmasi terkena COVID-19," ujar Khoirunnisa.
Karena itu, Perludem mendesak KPU, DPR, dan pemerintah untuk segera berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Satgas Penanganan COVID-19. Terutama terkait risiko penularan dan update penanganan COVID-19, khususnya di 270 daerah yang melaksanakan Pilkada.
"Mendesak KPU, Pemerintah, dan DPR untuk menjamin, mengutamakan, dan memastikan keselamatan nyawa setiap warga negara. Melaksanakan tahapan pelaksanaan Pilkada 2020 telah secara nyata mengancam keselamatan jiwa banyak orang," ujarnya.
Penundaan Pilkada di sebagian daerah atau di seluruh daerah pemilihan disebut sangat dimungkinkan secara hukum. Kini pilihannya adalah melanjutkan tahapan pilkada dengan risiko besar atau menunda sampai adanya pengendalian wabah yang terukur dan rasional.
"Menunda tahapan Pilkada bukan berarti kita gagal berdemokrasi, melainkan menunjukkan sikap cepat tanggap membaca situasi dan mengedepankan kesehatan publik," kata Khoirunnisa.