Pembunuhan Anak yang Tak Mampu Belajar Daring jadi Tanda Bahaya Serius
- ANTARA FOTO/Arnas Padda
VIVA – DPR RI menyoroti penganiayaan yang menyebabkan tewasnya seorang anak di Lebak, Banten. Motif di balik peristiwa tersebut karena pelaku kesal akibat anaknya, KS (8 tahun), sulit menerima pelajaran dalam Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, kasus ini menunjukkan metode pembelajaran banyak berdampak negatif dan membutuhkan penanganan lebih serius dari pemangku kepentingan (stake holder) terkait. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus benar-benar memantau pelaksanaan PJJ karena kasus itu juga dapat dimaknai sebagai peringatan tanda bahaya yang serius.
“Karena banyaknya kendala yang bisa memberikan tekanan psikis terhadap siswa, orang tua siswa, maupun para guru. Kasus pembunuhan anak oleh seorang ibu yang kesal akibat anak kesulitan mengikuti PJJ harus menjadi peringatan keras bagi kita semua,” ujar Syaiful Huda, Rabu, 16 September 2020.
Baca: Sadis, Ibu Aniaya Anaknya Kelas 1 SD hingga Tewas Saat Belajar Daring
Model pembelajaran jarak jauh memang mempunyai banyak kendala, misalnya rendahnya literasi digital di sebagian besar ekosistem pendidikan nasional, keterbatasan kuota data, belum solidnya metode pembelajaran jarak jauh, hingga tidak meratanya sinyal internet di berbagai wilayah.
"Berbagai kendala ini menciptakan tekanan psikologis yang lumayan besar bagi para siswa, guru, dan orang tua siswa," katanya.
Kondisi tersebut, katanya Huda, diperparah dengan situasi sosial-ekonomi yang kian berat sebagai dampak pandemi COVID-19. Banyaknya pemutusan hubungan kerja, pemotongan gaji, hingga hilangnya kesempatan berusaha juga yang dialami sebagian orang tua siswa dan membuat beban hidup kian berat.
"Maka bisa jadi berbagai tekanan tersebut menciptakan ledakan emosional jika dipicu hal-hal yang terkesan sepele seperti anak yang tidak cepat mengerti saat melakukan pembelajaran jarak jauh," katanya.
Politikus PKB ini berharap agar pihak sekolah memberikan pemahaman kepada para guru dan orang tua siswa akan turunnya beban kompetensi dasar yang harus dipenuhi siswa selama proses pembelajaran jarak jauh. Hal ini penting sehingga guru dan orang tua siswa tidak melulu mengejar pemenuhan beban kompetensi selama masa pandemi.
"Pada praktik PJJ selama ini guru hanya memberikan beban baik berupa hapalan maupun tugas menjawab pertanyaan begitu saja kepada siswa. Kondisi ini membuat orang tua siswa kerap kali stres karena harus menyetorkan tugas tersebut baik melalui video maupun gambar kepada guru. Harusnya pola ini tidak lagi terjadi karena sudah ada modul-modul PJJ yang disediakan oleh Kemendikbud," katanya. (ren)