Muhammadiyah: Pilkada Jangan Sampai Perburuk COVID-19
- republika
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir mengatakan, pelaksanaan Pilkada pada masa pandemi Covid-19 berisiko tinggi. Terlebih, digelar di tengah-tengah kondisi pandemi di Indonesia yang masih tinggi.
Dia melihat, itu memang keputusan dilematis. Pemerintah maupun penyelenggara pilkada tentu miliki dasar perundang-undangan dan pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara yuridis, politik, dan moral kenegaraan.
Namun, dia mengingatkan ancaman wabah corona tetap harus jadi perhatian dan pertimbangan penting dan utama. Pasalnya, wabah tidak seperti dunia politik yang bisa diajak bernegosiasi dan berkompromi.
Haedar berpendapat, era normal baru malah dapat menjadi ruang terbuka bagi virus lakukan penularan berbahaya. Ibarat buah simalakama, maju kena mundur kena, inilah situasi politik pilkada dan pandemi yang saling berkorelasi.
Kita, kata Haedar, berada di dua dunia yang darurat ini yang wajib seksama tingkat tinggi menyikapinya. Terlebih, belum atau mungkin tidak dapat membayangkan bila mutasi Covid-19 betul-betul terjadi.
"Semoga tidak. Ya Allah, angkatlah pandemi ini dengan kuasa-Mu, Engkau Tuhan Yang Maha-Rahman dan Rahim, kami tidak kuasa menyaksikan hamba-Mu terus berguguran. Termasuk, dokter dan tenaga kesehatan yang jadi benteng terakhir," kata Haedar, Ahad (6/9) malam.
Dia menilai, sebagai manusia tentu kita terus berikhtiar bersama tanpa kenal menyerah. Tapi, sekaligus bermunajat agar dicurahkan kasih sayang-Nya untuk seluruh hamba yang lemah ini agar diringankan dan dibebaskan dari beban ini.
Sebagai warga bangsa, Haedar berharap semua pihak, khususnya elite-elite negeri untuk berpikir dan bertindak seksama untuk teguh mencegah penularan corona. Sekaligus, berusaha bersama menghadapinya secara bertanggung jawab.
Haedar mengingatkan, pandemi Covid-19 belum berakhir sementara korban masih berguguran, baik yang terkonfirmasi maupun meninggal dunia. Dia menegaskan, semuanya menyangkut nyawa atau jiwa manusia yang tidak ternilai harganya.
"Pilkada jangan sampai menjadi ajang penularan, dan semakin beratnya negeri ini hadapi Covid-19. Politik dan demokrasi penting, tapi jangan memperberat beban rakyat hadapi pandemi yang masih berbahaya dengan segala dampaknya yang luas," ujar Haedar.
Apalagi, lanjut Haedar, sampai mengorbankan jiwa manusia sesama anak bangsa. Dia meminta elite-elite bertindak bijaksana, seksama dan waspada, serta patuhi protokol kesehatan dan cegah atau hindari segala celah penularan wabah.
"Bukankah politik itu juga diabdikan untuk kesejahteraan dan kebaikan hidup bersama? Itulah politik bermartabat. Bila politik menularkan masalah dan bukan memecahkan masalah, untuk apa berpolitik," kata Haedar.
Dia mengaku sedih menyaksikan suasana kacau masa, termasuk ketika calon-calon kepala daerah mendaftar ke KPU yang justru diarak massa secara euforia. Itu semua dilakukan tanpa pembatasan jumlah orang dan tanpa protokol kesehatan.
Padahal, waktu pilkada cukup lama dan belum masuk masa kampanye yang rawan. Elit politik harus kedepankan kepentingan lebih besar mencegah penularan dan selamatkan jiwa manusia yang tidak dapat diukur harga demokrasi semahal apapun.
"Kita layak bertanya, kenapa tidak menaati aturan dan tidak mempertimbangkan kondisi pandemi? Situasi pilkada ini masih darurat, kenapa seolah normal dan biasa? Untuk apa tampil dan aksi cari sensasi yang undang perhatian massa," ujar Haedar.
Seperti tidak cukup data harian tentang jumlah terkonfirmasi dan meninggal akibat wabah ini. Dia menekankan, pandemi Covid-19 ini nyata, bukan maya dan cara mencegah dan menghadapinya secara serius bukan paranoid tapi ikhtiar.
Haedar mempertanyakan, penderitaan apalagi yang masih dianggap belum cukup akibat corona ini? Karenanya, empatilah kepada korban dan saudara-saudara sebangsa yang sakit, sangat menderita dan kehilangan orang-orang tercinta.
Kepada calon kepala daerah dan elite negeri, Haedar berharap bisa menunjukkan keteladanan di hadapan publik dengan tidak membiarkan euforia massa menumpah dalam proses demokrasi. Termasuk, lewat segala aksi dan deklarasi politik.
Dia mengingatkan, mereka merupakan calon pemimpin yang akan memegang mandat rakyat. Apalagi, ada petahana yang harus menunjukkan kenegarawanan berpikir dan bertindak bijak meringankan beban menghadapi wabah dan selamatkan jiwa.
Mereka seharusnya memberi uswah hasanah bagi rakyat pada era krisis akibat pandemi yang mematikan kehidupan ini. Sisakan iba dan empati untuk tidak bereuforia dalam segala aksi massa yang kian membahayakan jiwa sesama.
"Buktikan politik bermakna dan berkontribusi positif memberi solusi untuk negeri, bukan politik yang memperparah keadaan serta menambah beban berat rakyat dan dunia kemanusiaan," kata Haedar, menutup.