Tanggapan UAS soal Wacana Kemenag Sertifikasi Penceramah
- republika
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) saat ini menggulirkan wacana program penceramah bersertifikat. Rencananya, program tersebut akan diikuti 8.200 orang mubaligh. Dalam pelaksanaannya, Kemenag juga akan bekerja sama dengan sejumlah lembaga, semisal Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Terkait itu, Ustaz Abdul Somad (UAS) mengatakan, program penceramah bersertifikat tidak urgen dilakukan pemerintah. Bahkan, hal itu cenderung akan menimbulkan kontroversi di tengah umat Islam.
UAS pun berharap, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi dapat lebih bijak dalam mengeluarkan suatu isu. Lebih lanjut, alumnus Universitas al-Azhar Kairo itu menyarankan Menag agar mencontoh program-program yang pernah dijalankan beberapa pucuk pimpinan Kemenag masa silam.
Sebagai contoh, mantan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni. UAS mengenang, menteri yang berpulang ke rahmatullah pada 2016 lalu itu pernah mengadakan tes seleksi calon dosen pegawai negeri sipil (PNS) di Mesir dan Maroko.
Dengan upaya tersebut, pemerintah saat itu melakukan "jemput bola" untuk merekrut alumni dari berbagai kampus terkemuka di Timur Tengah. Mereka yang lolos selanjutnya ditugaskan untuk mengajar di sejumlah sekolah tinggi agama Islam (STAI) dari Sabang sampai Merauke.
Dalam skala luas, terobosan Maftuh Basyuni berdampak pada peningkatan mutu pendidikan agama di Indonesia. Bagi UAS, legasi sang mantan menteri patut dicontoh.
"Semoga Pak Fachrul Razi meninggalkan legasi yang dikenang abadi hingga akhir zaman daripada mengurus program-program "kacang-kacang" yang kontroversial," ujar mubaligh kelahiran Asahan, Sumatra Utara, itu kepada Republika, kemarin.
Dihubungi terpisah, Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, program penceramah bersertifikat merupakan arahan dari Wakil Presiden Ma"ruf Amin, yang saat ini juga menjabat ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kamaruddin menampik bila ada anggapan program tersebut diasosiasikan sebagai upaya menjaring dai-dai yang pro pemerintah.
"(Program ini) bukan sertifikasi penceramah, tetapi penceramah bersertifikat. Jadi, tidak berkonsekuensi apa pun. Enggaklah (diasosiasikan sebagai filter dai pro pemerintah --Red)," ucap dia saat dihubungi Republika kemarin.