Perkara Jaksa Pinangki, KPK Masih Wait and See
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih memilih untuk wait and see terkait perkara dugaan suap jaksa Pinangki Sirna Malasari. Lembaga antirasuah akan mengambil alih perkara yang sedang ditangani Kejagung tersebut bila ada salah satu syarat yang terpenuhi.
"KPK memahami harapan publik terkait penyelesaian perkara tersebut, namun semua harus sesuai mekanisme aturan main yaitu undang-undang. KPK akan ambil alih jika ada salah satu syarat-syarat yang ditentukan oleh Pasal 10 A terpenuhi," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Rabu, 2 September 2020.
Baca juga: Kejagung Gandeng PPATK Jerat Jaksa Pinangki Pakai Pasal Pencucian Uang
Untuk itu, lanjut Ali, KPK mendorong Kejagung transparan dan objektif dalam menangani perkara ini. KPK mendorong Kejagung mengusut tuntas kasus ini dan menjerat pihak lainnya, termasuk pejabat di internal kedua institusi yang terlibat.
"Kembangkan jika ada fakta-fakta keterlibatan pihak lain karena bagaimanapun publik akan memberikan penilaian hasil kerjanya," ujar Ali.
Adapun, dalam Pasal 10A Undang Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.
Pengambilalihan itu bisa dilakukan atas beberapa alasan. Poin pertama yakni adanya laporan masyarakat mengenai tindak pidana korupsi tidak ditindaklanjuti.
Poin kedua, pengambilalihan dilakukan bila proses penanganan tindak pidana korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Poin ketiga yakni bila penanganan tindak pidana korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku tindak pidana korupsi yang sesungguhnya.
Kemudian, poin keempat adalah bila penanganan tindak pidana korupsi mengandung unsur tindak pidana korupsi.
Untuk poin kelima, pengambilalihan dilakukan bila ada hambatan penanganan tindak pidana korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif dan di poin keenam yakni bila ada keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan. (art)