Irjen Napoleon Bantah Terima Suap Red Notice dari Djoko Tjandra

Mantan Kadiv Hubinter Irjen Napoleon Bonaparte
Sumber :
  • Instagram/napoleonbonaparte_88

VIVA – Kuasa Hukum Irjen Napoleon Bonaprte, Gunawan Raka menegaskan kliennya tidak menerima dugaan aliran dana terkait kasus korupsi pengurusan pengapusan red notice Djoko S Tjandra sebagaimana berita yang beredar selama ini.

Baca Juga: Ikut Rekonstruksi Kasus Djoko Tjandra, Irjen Napoleon Sempat Emosi

“Jenderal Napoleon Bonaparte secara tegas menolak bahwa tidak pernah menerima uang atau barang sebagaimana yang selama ini diberitakan baik dari Tomi Sumardi, Brigen Prasetijo Utomo,” kata Gunawan di Mabes Polri pada Kamis, 27 Agustus 2020.

Menurut dia, Irjen Napoleon tidak pernah mencabut red notice ketika di NCB Interpol Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri. Faktanya, red notice telah terhapus dari Lyon, Perancis sejak 11 Juli 2014.

“Karena tidak ada permintaan perpanjangan dari Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh instansi yang berwenang, sehingga secara otomatis red notice atas nama Djoko S Tjandra terhapus sejak tahun tersebut,” ujarnya.

Kemudian, kata Gunawan, sebenarnya yang terjadi adalah nama Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO) imigrasi, sebagaimana teregistrasi dalam sikim adalah di luar kewenangan, di luar kekuasaan Napoleon atau lembaga NCB RI.

“Yang ada adalah hapusnya nama Djoko Tjandra dari daftar sikim DPO imigrasi, tidak ada kaitannya dengan Jenderal Napoleon Bonaparte. Sehingga, keluar masuknya Djoko Tjandra ke Malaysia maupun ke mana-mana melalui perbatasan, itu tidak melalui data imigrasi,” tandasnya.

Diketahui, Bareskrim menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka kasus korupsi terkait pengurusan penghapusan red notice. Selain itu, penyidik menetapkan tersangka Tommy Sumardi, Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Djoko Tjandra dan Tommy Sumardi dijadikan tersangka sebagai pemberi suap, sedangkan Brigjen Prasetijo dan Irjen Napoleon menjadi tersangka selaku penerima suap. Sehingga, selaku penerima dijerat Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf a dan b UU Nomor 20 Tahun 2002 tentang Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.