Ujaran Kebencian di Medsos akan Menggila saat Pilkada, Modusnya Ada 4
- ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
VIVA – Ujaran kebencian diprediksi akan meningkat alias menggila terutama di media sosial sepanjang rangkaian penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2020, menurut Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sedikitnya ada empat ujaran kebencian yang bermuatan politik atau black campaign yang, menurut Komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo, sering muncul dalam pilkada. Pertama, memanfaatkan politik identitas oleh para kandidat dan tim sukses, seperti pidato politik yang cenderung mengarah politik identitas yang bermuatan sentimen suku, ras, agama dan antargolongan (SARA).
Kedua, kata Dewi dalam diskusi secara virtual pada Jumat, 14 Agustus 2020, kampanye hitam dengan bentuk penyampaian pesan yang bersifat provokatif pada masyarakat, dan memanfaatkan tempat tempat ibadah atau saat acara acara keagamaan.
Baca: Alotnya PDIP Mencari Calon Pengganti Risma di Pilkada Surabaya
Modus ketiga, black campaign yang memanfaatkan ruang publik, seperti menggunakan spanduk-spanduk dengan pesan berkonten SARA dan provokatif.
Keempat, memanfaatkan media sosial untuk penyebaran pesan-pesan bermuatan ujaran kebencian. Ujaran kebencian di media sosial seringkali menggunakan akun-akun pseudonim atau alias akun dengan nama tertentu yang sesungguhnya bukan nama asli si pengguna.
"Pilkada serentak 2020 dengan situasi pandemi COVID-19 tentu kita sudah bisa memprediksi kampanye di media sosial akan lebih banyak digunakan. Potensi ujaran kebencian juga jadi lebih tinggi," ujarnya.
Untuk menghindari itu, Bawaslu telah menyiapkan beberapa strategi antisipasi seperti menyusun peta kerawanan pilkada serentak 2020, membuat pakta integritas dengan para kandidat kepala daerah dan partai politik.
Bawaslu juga telah membentuk Sentra Gakumdu yang melibatkan Kepolisian dan Kejaksaan untuk menghindari pelanggaran. Untuk mengawasi media massa, Bawaslu juga telah membentuk gugus tugas pengawasan khusus yang bekerja sama dengan Dewan Pers. (ren)