2 Perusahaan Diduga Manfaatkan Zat Radioaktif Secara Ilegal
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mengungkap ada dua perusahaan yang diduga memanfaatkan zat radioaktif tanpa izin. Yakni, Koperasi Jasa Keselamatan dan Lingkungan (JKRL) serta PT Indonesia Power Unit Pembangkit Suralaya.
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Kombes Wisnu Hermawan menjelaskan, pihaknya telah melakukan inspeksi bersama Badan Tenaga Nuklir (Batan) dan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), ke perusahaan yang diduga memiliki bahan nuklir dengan radiasi tinggi tanpa izin.
Menurut dia, penyelidikan dilakukan di tempat penyimpanan Indonesia Power. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukan adanya bahan radioaktif yang digunakan perusahaan ini tanpa izin, sehingga ditetapkan tersangka dua orang inisial B dan S.
Baca juga: Simpan Zat Radioaktif, Karyawan Batan Jadi Tersangka
“TKP ada di Kebayoran, tempat di mana ditemukan atau menggunakan kantor, dan TKP di unit Indonesia Power daerah Merak Banten,” kata Wisnu di Mabes Polri, Jakarta, dikutip Jumat, 13 Agustus 2020.
Heru mengatakan, izin pengajuan pemanfaatan sumber radioaktif Indonesia Power sudah kadaluarsa pada 27 Juli 2019. Namun, hasil tersebut ternyata radioaktif sudah dilimbahkan tanpa izin kepada Bapeten.
“Harusnya melalui Bapeten ke Batan, namun menggunakan suatu yang tidak ada izinnya,” ujarnya.
Kemudian, kata Heru, Bapeten melakukan inspeksi lanjutan ke Koperasi JKRL dan tidak ditemukan sumber radioaktif hasil dari pelimbahan tersebut. Ternyata, ada pertemuan antara Indonesia Power dan Koperasi JKRL pada 19 Agustus 2019.
“Di situ ditemukan adanya barang yang seharusnya dilimpahkan ke Bapeten, tetapi digunakan oleh JKRL tanpa ada surat izin. Kita sudah proses penyidikan hingga menetapkan tersangka satu dari Indonesia Power, dan 2 tersangka dari JKRL,” jelas dia.
Wisnu mengingatkan kepada seluruh perusahaan untuk tidak memanfaatkan, menyimpan, menggunakan dan melimbahkan zat radioaktif wajib memiliki izin. Sebab, hal itu diatur dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran.
“Dan diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif,” katanya.
Kepala Biro Hukum, Humas dan Kerja Sama Batan, Heru Umbara mengatakan, ketiga pelaku dijerat Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dengan ancaman hukuman dua tahun, dan denda maksimal Rp100 juta.
“Adapun barang bukti sudah aman di tempatkan di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, tidak akan menyebabkan bahaya kepada masyarakat,“ ungkapnya.