ICW Kritik Dewas KPK Lambat Usut Dugaan Pelanggaran Etik Firli
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Indonesian Corruption Watch (ICW) mengkritik kerja Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK), yang dianggapnya lamban dalam memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan, tindakan Firli yang menggunakan helikopter mewah dalam perjalanan dari Baturaja menuju Palembang, Sumatera Selatan jelas sebagai pelanggaran etik. Bahkan, kata Kurnia, tindakan Firli tersebut bisa masuk ke ranah hukum pidana.
"Secara kasat mata, tindakan Firli tersebut sudah dapat dipastikan melanggar kode etik karena menunjukkan gaya hidup hedonisme. Bahkan lebih jauh, tindakan Firli juga berpotensi melanggar hukum jika ditemukan fakta bahwa fasilitas helikopter itu diberikan oleh pihak tertentu sebagai bentuk penerimaan gratifikasi," kata Kurnia kepada awak media, Kamis, 6 Agustus 2020.
Baca juga: Mendagri Tito Karnavian Bicara Senjata Ampuh Hadapi COVID-19
Meski begitu, Kurnia menyadari, dewas hingga saat ini masih memproses masalah itu sehingga belum ada keputusan apapun mengenai Filri. "Namun Dewas sampai saat ini tidak kunjung menjatuhkan putusan terkait dugaan pelanggaran tersebut," katanya.
Atas dasar itu, Kurnia mengatakan, keberadaan Dewas KPK tidak dibutuhkan dalam lembaga antirasuah. Menurutnya, kelembagaan baru di komisi itu tidak lebih baik dari Deputi Pengawas Internal KPK.
Kurnia menjelaskan, Deputi Pengawas Internal KPK sempat menjatuhkan sanksi kepada dua pimpinan KPK, yakni Abraham Samad dan Saut Situmorang. Namun terkait dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri, menurut Kurnia, Dewas KPK justru sangat lambat.
"Melihat kinerja Dewas KPK yang tidak maksimal, maka hal ini sekaligus memperkuat fakta bahwa keberlakuan UU KPK baru tidak menciptakan situasi yang baik pada kelembagaan anti rasuah," ujarnya.
Selain itu, lanjut Kurnia, Dewas KPK juga sudah abai melihat dugaan pelanggaran etik Firli saat memulangkan penyidik Kompol Rossa Purbo Bekti ke Institusi Polri. Padahal, masa kerja Kompol Rossa di lembaga antirasuah belum berakhir, dan saat itu dia tengah menyidik kasus besar yakni kasus dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dari PDIP.
"Tentu harusnya kejadian (terhadap Kompol Rossa) ini dapat dijadikan pemantik bagi Dewas KPK untuk memproses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh ketua KPK," ujarnya.