Penjelasan Bupati Jember Faida yang Dimakzulkan DPRD

Bupati Jember Faida
Sumber :
  • Facebook Faida

VIVA – Bupati Jember, Faida, dimakzulkan oleh DPRD melalui hak menyatakan pendapat atau HMP. Bupati yang menjabat sejak 2015 itu melawan. Baik melalui prosedur ke Mahkamah Agung (MA) hingga maju lagi di Pilkada Serentak 2020 lewat jalur independen.

Dalam program Apa Kabar Indonesia Malam tvOne, Kamis, 23 Juli 2020, Bupati Faida memberi penjelasan terkait dengan HMP yang diputuskan oleh DPRD Kabupaten Jember. Ia mengaku, hingga kini tetap fokus melaksanakan tugasnya di sisa beberapa bulan. Kemudian juga melanjutkan pencalonannya, tetapi tidak melalui jalur partai politik seperti sebelumnya.

"Kami mempersilahkan dewan melaksanakan hak tersebut (HMP), kami tunggu proses selanjutnya. Saya konsentrasi melanjutkan tugas, suatu amanat dari masyarakat Jember dan proses pilkada selanjutnya. Kami sebagai incumbent maju melalui jalur independen," kata Faida, dalam wawancara dengan tvOne.

Baca juga: Mengenal Faida, Bupati Jember Perempuan yang Dimakzulkan DPRD

Pada Pilkada 2015, Faida menggandeng tokoh pimpinan salah satu pesantren di Jember, KH. A. Muqit Arief. Saat itu, pasangan ini diusung tiga partai, yakni PDI Perjuangan, Nasdem, dan PAN. Meski begitu, ia mengaku tetap menjalin komunikasi dengan partai politik.

Dia menjelaskan, munculnya HMP karena adanya persepsi yang berbeda. Beberapa hal yang dipersoalkan di HMP juga, menurut dia, sudah dilaksanakan dengan baik. Bahkan, ada persepsi yang berbeda terkait memaknai suatu program.

Ia mencontohkan, pemberian beasiswa yang di RPJMD ditargetkan 5 ribu pelajar. Tetapi yang terjadi, pihaknya berhasil memberikan beasiswa untuk 12.500 pelajar.

Kata Faida, hal itu bagi dewan dianggap tidak konsisten dan tidak sesuai dengan rencana. Padahal, dia melanjutkan, itu justru capaian yang bagus melebihi target.

Bahkan jelasnya, banyak warga Jember yang miskin dan melanjutkan studinya di lembaga pendidikan negeri, mendapatkan beasiswa ini. Dia juga memastikan, semua dibayarkan oleh pemerintah kabupaten. Juga biaya hidup Rp750 ribu sebulan.

"Kami tidak sepakat ini dianggap kinerja tidak memadai. Ini suatu yang sesuai keinginan masyarakat dan kami sampaikan tidak akan menurunkan target tersebut," katanya.

Dia tidak mempersoalkan ada kelompok masyarakat yang menyampaikan pendapatnya dan meminta dirinya untuk mundur. Tapi, ada juga masyarakat yang mendukungnya melanjutkan tugas kepemimpinan saat ini.  

Mengenai Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), dia juga membantah beberapa hal. Seperti ada Kasi Kambing di Dinas Peternakan dan Kasi Haji di Dinas Perhubungan. Menurutnya, persoalan ini sudah selesai pada Januari 2020. Masalah kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil (PNS), juga menurutnya tidak benar.

"Saya baru saja beberapa waktu lalu (menandatangani) hampir seribu kenaikan pangkat dan di Jember tidak ada biaya pungli sama sekali," tuturnya.

Apa yang disampaikan pihak DPRD, dia menambahkan, tidak semua benar. Bahwa ada kekurangan dalam administrasi, diakuinya memang terjadi. Tapi, yang menjadi persoalan adalah bukan masalah korupsi dan penyalahgunaan kewenangan, hanya sebatas administrasi.

Terkait ketidakhadirannya dalam rapat paripurna HMP oleh DPRD Kabupaten Jember, Faida mengatakan karena saat ini sedang dalam pandemi COVID-19, dan dia juga sebagai ketua Gugus Tugas masih ada pekerjaan lain. Dua topik yang dipersoalkan di HMP, menurut Faida, sudah dijawab dengan surat tertulis.

"Kalau kami tidak hadir secara fisik bukan kami tidak berkenan hadir. Tetapi dalam situasi COVID-19, apalagi saya ketua gugus, di mana-mana paripurnanya daring. Juga kami menghindari agar tidak terjadi bentrok bagi masyarakat yang mendukung HMP maupun yang kontra terhadap HMP. Hal itu menjadi pertimbangan besar bagi kami agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan," tuturnya. (art)