LPSK akan Kaji JC Wahyu Setiawan, Murni Bongkar atau cuma Siasat

Eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Sumber :
  • Tangkapan layar

VIVA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menunggu eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan untuk mengajukan diri sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC).

Dalam UU Nomor 31 tahun 2014, LPSK adalah lembaga yang diberi hak untuk memberikan pertimbangan atas JC yang diajukan kepada pelaku pidana. Kewenangan LPSK ini bisa dimulai dari proses penyidikan.

"Bila Wahyu Setiawan ingin mengajukan diri sebagai JC, silakan saja. Itu adalah hak Beliau yang dijamin oleh undang-undang," ujar Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution, dalam keterangannya, Kamis, 23 Juli 2020.

Baca juga: Candu Kekuasaan dengan Politik Dinasti di Pilkada Tangsel

Wahyu dijerat kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Kini Wahyu yang telah ditahan, melalui pengacaranya, berkeinginan menjadi JC dan membongkar dugaan kecurangan pemilu.

Maneger mengaku, sejak kasus ini muncul awal 2020 lalu, sudah menawarkan sejumlah pihak yang terjerat menjadi JC. Hanya saja pihaknya tidak bisa memaksa, lantaran yang ditawarkan LPSK tersebut bersifat kesukarelaan.

Namun ia juga membantah jika LPSK hanya ingin ikut-ikutan dalam persoalan Wahyu Setiawan saat ini. Menurut Maneger, pihaknya hanya menjalankan peraturan perundang-undangan. 

Dia menjelaskan, pada UU Nomor 31 tahun 2014 pada Pasal 10A disebutkan bahwa saksi pelaku atau JC dapat diberikan penanganan khusus dalam proses pemeriksaan. Juga dapat diberikan penghargaan atas kesaksiannya.

Penghargaan itu adalah keringanan hukuman yang dijatuhkan, atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan atau yang lainnya. 

Maka dalam persoalan ini, kata Maneger, pihaknya juga harus melihat motif apa Wahyu mengajukan JC. Apakah hanya agar mendapatkan keringanan atau benar-benar ingin membongkar persoalan.

"Kami tentu akan melihat apakah pengajuannya didasari pada iktikad baik untuk membongkar kejahatan pelaku lainnya, atau hanya sekadar siasat akhir untuk mendapatkan keringanan hukuman belaka. Apakah yang bersangkutan pelaku mayor atau tidak, dan lain-lain," jelas mantan Komisioner Komnas HAM itu. (ase)