3 Bos Bank Diperiksa Terkait Kasus Maria Pauline Lumowa
- ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
VIVA – Kepolisian Negara Republik Indonesia membeberkan perkembangan penyidikan kasus pembobolan kas PT Bank Negara Indonesia Tbk, Maria Pauline Lumowa selama 12-17 Juli 2020.
Polisi menyita paspor milik Maria. Paspor Maria berkewarganegaraan Belanda. Pada hari ini, Senin 20 Juli 2020 Polri mengajukan perpanjangan penahanan terhadap Maria ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Sebab, Polri tengah merampungkan berkas.
"Rencananya pada Rabu 22 Juli 2020, kami akan meminta keterangan ahli tindak pidana korupsi dari Universitas Indonesia," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Polisi Argo Yuwono, Senin 20 Juli 2020.
Baca juga: Heboh Babi Ngepet di Depok, Ternyata Cuma Musang
Argo menambahkan, pihaknya juga akan meminta keterangan beberapa pihak lain. Totalnya ada delapan orang yang akan dimintai keterangannya terkait hal ini. Tiga dari delapan orang ini adalah petinggi bank. Mereka yaitu pimpinan Citibank Pondok Indah, pimpinan Bank Amro Pondok Indah, dan pimpinan American Bank Pondok Indah.
"Lalu ada Dr Titik, Richard Kountul, Edy Santoso, Koesadiyono, dan Aprillia Widharta," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya juga telah memeriksa Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia, Ollah Abdul Agam guna memperdalam peranan Maria dalam merencanakan pembuatan dan penggunaan L/C fiktif sebagai pemenuhan salah satu unsur Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Polisi juga menyita beberapa barang dari Bank BNI serta dari Ollah. Salah satu yang disita dari bank BNI adalah 28 bundel foto copy putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung terhadap 16 tersangka lainnya.
Kasus berawal pada periode Oktober 2002 ketika BNI mengucurkan pinjaman senilai US$136 juta dan 56 juta euro, atau setara Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Pada Juni 2003, BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.
Sejak Desember 2003, Maria menjadi buronan atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Pada 2010 dan 2014, Pemerintah Indonesia sempat mengajukan ekstradisi ke Pemerintah Belanda mengingat Maria sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, tidak diterima dan ditawarkan agar proses hukumnya dilakukan di Belanda saja. (ren)