Jaksa Diminta Inventarisasi Aset Djoko Tjandra
- Istimewa
VIVA – Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak), Barita LH Simanjuntak mengingatkan Kejaksaan Agung untuk melakukan inventarisasi terhadap aset-aset buronan kasus korupsi Bank Bali, yakni Djoko Tjandra. Sebab, Djoko Tjandra disinyalir sempat mengubah namanya menjadi Joko Soegiarto Tjandra melalui Pengadilan Negeri di Papua.
"Setiap pelaku tindak pidana korupsi kan, pertama kalau sudah ada putusan pengadilan yaitu kejar tangkap orangnya, kejar uangnya, kejar asetnya. Itu sudah satu paket. Jadi bukan hanya orangnya, bukan hanya uangnya, tapi hartanya sesuai putusan pengadilan. Ini yang harus dilaksanakan," kata Barita kepada wartawan, Senin, 20 Juli 2020.
Baca juga: Kejagung Diminta Tindak Oknum Jaksa yang Terlibat Kasus Djoko Tjandra
Menurut dia, putusan pengadilan itu menyangkut pemidanaan terhadap orang termasuk apakah ada rampasan harta bendanya. Makanya, perlu dikejar uang dan hartanya juga termasuk apakah ada uang pengganti untuk menginventarisir harta-hartanya.
"Itu harus disesuaikan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, sehingga komplit. Tangkap orangnya eksekusi sesuai putusan, kejar harta-hartanya karena sesuai putusan pengadilan, dan kejar uangnya juga. Tentu harus dikaitkan dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tentang hal ini," ujarnya.
Sementara Koordinator MAKI (Masyarakat Antikorupsi Indonesia), Boyamin Saiman menilai penegak hukum bisa saja merampas harta atau aset milik buronan kasus korupsi cessie Bank Bali Djoko Tjandra. Patut diduga, Djoko Tjandra selama pelariannya mendapatkan beberapa aset terkait dengan keberadaan hasil investasi dan lainnya.
"Itu bisa saja diambil oleh negara karena diperoleh saat buron, namun harta tersebut dialihkan kepada pihak lain. Serangkaian ini tetap bisa ditindaklanjuti penegak hukum untuk diambil. Karena apapun proses-proses yang menyangkut berkaitan dengan harta-harta yang diperoleh selama masa buron, patut diduga dengan cara-cara ilegal," jelas dia.
Meskipun Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu baru berlaku tahun 2002, Boyamin mengatakan, bisa saja aset atau harta Djoko Tjandra yang berkaitan dengan perolehannya ketika buron itu bagian dari pencucian uang. Sehingga, ketika Djoko Tjandra jadi buronan dan memperoleh aset apapun itu harusnya disita negara.
"Karena dalam penjelasan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang itu, tidak harus dicari atau ditemukan predikat crime-nya apabila diduga ini hasil pencucian uang," kata Boyamin.
Apalagi, kata dia, beredar kabar kedatangan Djoko ke Indonesia itu dalam rangka untuk menyelamatkan asetnya yang rata-rata berupa PT dan sahamnya pun nampaknya sudah atas nama orang lain. Nah, proses-proses perusahaan atas nama PT yang dialih-alihkan ke pihak lain inilah patut diduga serta ditelusuri sebagai dugaan pencucian uang.
"PPATK, kepolisian, kejaksaan dan KPK harus turun tangan berkaitan dengan harta-harta Djoko Tjandra yang ada di Indonesia. Kalau bicara disita, itu tidak bisa disita. Karena waktu kasus cessie Bank Bali belum ada TPPU, dan uang yang diduga mengalir ke Djoko Tjandra juga sudah diambil negara," ujarnya.