Kebun Raya Indonesia: Posisi Strategis dan Ancaman Kepunahan di Dalamnya
- dw
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa sebagai negara dengan kekayaan hayati untuk daratan terbesar kedua di dunia, keberadaan Kebun Raya di Indonesia menjadi sangat strategis. Bukan hanya sebagai lokasi edukasi wisata bagi warga, tapi juga menjadi awal mula serangkaian proses penelitian dan inovasi yang dapat mendorong penambahan nilai ekonomi negara berbasis kekayaan alam.
LIPI telah menjadi lembaga yang diamanatkan untuk mengelola keberlangsungan kebun raya di Tanah Air. Setidaknya ada 5 kebun raya di seluruh Indonesia yang sepenuhnya berada dalam pengelolaan LIPI, yaitu Kebun Raya Cibinong, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, Kebun Raya Bogor, dan Kebun Raya Bedugul Bali.
Dalam pengelolaan tersebut, LIPI memainkan perannya dalam hal konservasi ex-situ dan riset. Salah satunya adalah pemanfaatan koleksi tanaman menjadi obat-obatan herbal, yang saat ini masih menyisakan banyak peluang pengembangan.
Menurut Handoko, dari sekitar 30 ribuan spesies tanaman, LIPI sampai saat ini baru bisa memanfaatkannya ke dalam bentuk 800 herbal atau jamu-jamuan, 30-an OHT (Obat Herbal Terstandar) dan 12 fitofarmaka. Fitofarmaka adalah obat yang sudah teruji secara klinis manfaat dan penggunaannya dalam menanggulangi suatu penyakit.
“Jadi bisa kita bayangkan dari 30 ribu itu baru 12 yang kita manfaatkan,” kata Handoko dalam telekonferensi bersama media, Kamis (16/07).
Meski begitu, LIPI juga tak ketinggalan memanfaatkan kekayaan hayati yang ada di kebun raya untuk kepentingan pengobatan pasien COVID-19. Menurut Handoko, saat ini tengah diuji klinik terhadap 2 formula obat herbal yang akan digunakan untuk pasien COVID-19 dengan skala ringan, yaitu formula herbal berbasis cordyceps (sejenis jamur), dan formula herbal dari campuran jahe, meniran dan sambiloto. Uji klinik dilakukan di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Jakarta.
“Direncanakan akan selesai pada akhir bulan ini sehingga hasilnya kemungkinan besar kami berharap bisa dirilis pada awal-awal Agustus semoga bisa selesai,” ujar Handoko.
Perbanyak infrastruktur riset
Menurut Handoko, sebelum kekayaan hayati dapat dikembangkan menjadi sebuah produk, ada banyak proses penelitian yang sejatinya harus dilalui. Mulai dari melakukan eksplorasi jenis tanaman, melakukan konservasi, menyimpan spesimen fisik, melakukan digitalisasi data molekuler, ekstraksi tanaman, dan melakukan bioprospeksi terkait hak paten. “Apa yang ada di kebun raya itu menjadi asal muasal dari rantai aktivitas yang luar biasa itu.”
Itulah sebabnya, untuk mendukung serangkaian proses penelitian ini, LIPI akhirnya banyak berfokus melakukan investasi terkait infrastruktur riset, kata Handoko.
Selain 5 kebun raya dan beberapa pusat riset yang sudah ada, LIPI juga tengah membangun beberapa fasilitas riset baru di Tanah Air. Beberapa di antaranya adalah rumah kaca besar untuk merekonstruksi berbagai iklim bagi tanaman dengan habitat asli yang sangat ekstrim, kemudian gedung pusat kekayaan hayati untuk melakukan digitalisasi terhadap koleksi spesimen secara fisik, DNA dan molekuler, serta rencana pembangunan kebun raya laut atau maritim bekerja sama dengan Kemenko Kemaritiman dan Investasi untuk melakukan konservasi ex-situ terumbu karang.
“Apalagi ke depan industri masa depan itu adalah industri berbasis bio, bio-industri, itu yang kita harapkan bahwa Indonesia bisa menjadi leading dalam bio-industri di masa depan,” kata Handoko.
Ada ancaman kepunahan
Namun, di balik masifnya koleksi tanaman di kebun raya dan banyaknya potensi pengembangan di dalamnya, ada ancaman kepunahan yang mengintai. Di sisi lain, penelitian-penelitian terkait kelangkaan tumbuhan yang seharusnya bisa dilakukan, ikut terhalang imbas pandemi COVID-19.
Dari 104.761 spesimen total koleksi kebun raya Indonesia, 152 diantaranya adalah jenis-jenis tumbuhan yang masuk dalam kategori threatened atau terancam, demikian kata Kepala Pusat Penelitian Konservasi Tumbuhan dan Kebun Raya LIPI, Hendrian, dalam telekonferensi bersama media, Kamis (16/07).
Padahal data terakhir mencatat ada sebanyak 689 jenis tanaman yang terancam di seluruh Indonesia. Ini artinya, LIPI baru bisa mengkonservasi sebanyak 22,06%. “Semakin banyaknya threatened spesies itu juga bisa kita nilai sebagai sebuah bencana nasional karena kita kehilangan kekayaan Indonesia berupa jenis-jenis tumbuhan,” papar Hendrian.
Ada banyak faktor mengapa ratusan tumbuhan tersebut terancam punah. Sebagian besar kasus menurut Hendrian berkaitan dengan pemanfaatan yang berlebihan, seperti jenis tumbuhan terancam yang menghasilkan kayu (memiliki nilai komersial). Sementara, beberapa kasus lain disebabkan oleh kerusakan habitat alaminya.
Meskipun di kebun raya sudah ada beberapa jenis tumbuhan terancam yang berhasil dikonservasi dan diperbanyak secara ex-situ, untuk mengembalikan tumbuhan tersebut ke habitat aslinya jadi persoalan baru karena membutuhkan waktu yang lama, kata Hendrian.
“Sebetulnya tahap akhir yang ingin kita capai adalah me-recovery kondisi mereka di habitat alami dan itu tidak bisa ditempuh dalam waktu pendek karena nanti salah satu indikatornya adalah setelah kita kembalikan ke alam apakah populasinya bisa dalam kondisi yang aman dan tidak terancam kembali,” jelasnya.
gtp/rap