2 Penyerangnya Divonis, Novel Baswedan Sindir Sandiwara Telah Selesai
- U-Report
VIVA – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, terhadap kedua pelaku kasus penyiraman air keras yang menyebabkan kebutaan di matanya. Atas putusan itu, selain menyatakan bahwa “sandiwara telah selesai, Novel juga melontarkan kekecewaan kepada Presiden Joko Widodo terkait kasus tersebut lewat sindiran di media sosial.
Majelis hakim telah memvonis dua orang terdakwa yakni Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis. Keduanya merupakan oknum polisi dan mendapatkan vonis yang berbeda-beda. Untuk terdakwa Rahmat Kadir divonis 2 tahun penjara, sementara terdakwa Ronny Bugis dihukum 1 tahun 6 bulan penjara. Putusan dibacakan pada Kamis, 16 Juli 2020.
Putusan itu tidak jauh berbeda dari tuntutan jaksa sebelumnya, yang menuntut kedua terdakwa satu tahun hukuman penjara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Rahmat Kadir) pidana penjara selama 2 tahun. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Ronny Bugis) pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan,” kata hakim.
Baca juga: Dua Penyerang Novel Baswedan Terima Tanpa Syarat Dihukum Penjara
Novel sendiri sebelumnya merasa yakin kalau kedua terpidana itu bukan pelaku sebenarnya. Maka ia meminta lebih baik dibebaskan. Menurut Novel, selama ini proses sandiwara terhadap kasus yang dialaminya sudah selesai sesuai skenario.
“Sandiwara telah selesai sesuai dengan skenarionya,” kata Novel yang dikutip dari akun twitter pribadinya, @nazaqistsha seperti dikutip pada Jumat, 17 Juli 2020.
Novel mengambil pembelajaran dari kasus yang dialaminya, bahwa Indonesia benar-benar berbahaya bagi orang yang ingin memberantas korupsi. Sebab, kata Novel, pelakunya masih berkeliaran. Dalam cuitannya itu, ia kembali menyindir Presiden Joko Widodo.
“Selamat bapak Presiden @jokowi. Anda berhasil membuat pelaku kejahatan tetap bersembunyi, berkeliaran dan siap melakukannya lagi!,” ujarnya.
Menurut dia, banyak yang mengatakan sidang perkara penyiraman air keras terhadap dirinya seperti sidang sandiwara. Dan, Novel meyakini hal yang sama bahwa sidang kasus penyiraman air keras seperti sandiwara.
“Dengan banyak kejanggalan dan masalah, lalu apa yang mau diharap? Ini justru pembuktian apa benar Indonesia berbahaya bagi orang yang mau memberantas korupsi?,” katanya.
Sebelumnya, alasan jaksa penuntut umum (JPU) menuntut kedua terdakwa adalah berdasarkan Pasal Primer yakni Pasal 355 ayat 1 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang didakwakan dianggap JPU tak terbukti karena berdasarkan fakta persidangan kedua terdakwa tidak sengaja menyiram air keras ke kepala Novel.
"Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman air keras ke Novel Baswedan. Tapi, di luar dugaan, ternyata mengenai mata Novel Baswedan yang menyebabkan mata kanan tidak berfungsi dan mata kiri hanya berfungsi 50 persen saja, artinya cacat permanen sehingga unsur dakwaan primer tidak terpenuhi," kata Jaksa.
Kedua terdakwa lantas dituntut atas Pasal subsidair Pasal 353 ayat 2 KUHP jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penganiayaan berat yang direncanakan terlebih dahulu.
Adapun hal yang memberatkan terdakwa menurut JPU dalam kasus ini adalah dianggap mencoreng nama baik Polri. Itu karena terdakwa merupakan anggota polisi aktif.
Sementara hal yang meringankan terdakwa Rahmat, menurut JPU, yakni belum pernah dihukum. Terdakwa pun mengakui perbuatannya di hadapan persidangan, kooperatif dalam persidangan, dan telah mengabdi sebagai polisi selama 10 tahun. (ren)