BRG Masuk List Dibubarkan Jokowi? Ini Sekilas Sejarah Pembentukannya

Presiden Jokowi tinjau lokasi kebakaran hutan dan lahan di Riau
Sumber :
  • Instagram @jokowi

VIVA – Badan Restorasi Gambut atau BRG, disebut oleh Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, termasuk yang dipertimbangkan untuk dibubarkan.

Hal itu menyusul rencana efisiensi dan perampingan birokrasi. Presiden Joko Widodo sebelumnya mengungkapkan, ada 18 lembaga atau badan atau komisi, yang akan dibubarkan. 

Untuk diketahui, BRG adalah sebuah badan yang didirikan pada 2016, atau lebih dari setahun setelah Jokowi dilantik pada 20 Oktober 2014. Pembentukan badan ini kukuhkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 3M tahun 2016 tentang Pengangkatan Kepala Badan Restorasi Gambut, tertanggal, 18 Januari 2016.

BRG dibentuk tidak terlepas dari persoalan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi setiap tahun di Sumatera dan Kalimantan. Bahkan peristiwa kebakaran pada 2015 lalu, dianggap paling parah sepanjang sejarah. Selain asap pekat, masyarakat juga terdampak dengan berbagai penyakit akibat asap tersebut. Negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia, ikut merasakan dampaknya.

Baca juga: Jokowi Akan Bubarkan 18 Lembaga, PKS: Monggo Harus Dihitung Data-Fakta

Menangani kebakaran lahan gambut, tidak mudah. Karena titik api yang bisa sampai ke dalam sehingga butuh penanganan khusus. Maka dari itu, saat BRG dibentuk, Presiden Jokowi menunjuk Nazir Foead sebagai kepalanya. Ia adalah aktivis lingkungan dan juga alumni Fakultas Kehutanan UGM, adik tingkat Presiden Jokowi.

"Saya memandang Nazir Foead memiliki kompetensi, pengalaman dalam melakukan restorasi hutan dan gambut. Terutama, kemampuan untuk koordinasikan dengan kementerian/lembaga dan jejaring lembaga internasional," kata Presiden Jokowi, dalam keterangan persnya di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, 13 Januari 2016 lalu.

Jokowi meyakini sepak terjang Nazir saat itu. Dalam catatan pengalamannya, memang terlihat cukup mumpuni. Pada 1995, Nazir aktif di The Netherlands Forestry Ministry, dan di tahun yang sama, menimba ilmu di University of Gottingen, Jerman.

Nazir juga belajar di Durrel Institute of Conservation and Ecologi di University of Kent, United Kingdom. Pada 1997, belajar di Indiana University, AS. Kemudian tahun 1998, di Smithsonian Institute, AS.

Pada 1992, Nazir bekerja di Yayasan WWF Indonesia. Dari 1992 hingga 1995, dia pernah menjadi Manager Stasiun Riset Kayan Menterang yang betugas mengkoordinasikan kegiatan riset WWF, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Departemen Kehutanan di Cagar Alam Kayan Menterang, Kalimantan Timur.

Nazir juga sempat dipercaya menjadi Project Manager Ujung Kulon pada 1997-2001, Deputi Direktur Konservasi Spesies 2000-2001, Direktor Region Sumatera-Jawa WWF tahun 2001-2003, dan Direktur Konservasi Species tahun 2003-2006. Lalu, menjadi Direktur Bidang Kebijakan dari 2006 hingga 2011.

Pada tahun 2011 sampai dengan 2014, di Yayasan WWF Indonesia tersebut dia dipercaya menjadi Direktur Konservasi. Dari sana, sejak 2014 hingga sekarang dia bergabung dengan Climate and Land Use Alliance (CLUA), sebagai Pimpinan Program Indonesia.

"Saya berlatar belakang kerja banyak di NGO, LSM. Dua tahun terakhir, saya banyak bekerja di lembaga donor. Lembaga donor tidak langsung kerja, tetapi beri dana untuk NGO, bekerja, perguruan tinggi, kelompok masyarakat dan masyarakat adat. Sebelum itu, saya bekerja lama sekali di WWF Indonesia," kata Nazir usai dilantik pada 2016.

Pembentukan BRG tidak main-main. Jokowi meminta Nazir untuk melakukan restorasi lahan gambut dan hutan, yang hampir setiap tahun terjadi kebakaran. Ada 2 juta hektare lahan gambut yang ditugaskan untuk dibenahi. "Dibutuhkan waktu lima tahun (restorasi lahan gambut)," ujar Johan Budi, yang saat itu menjabat Juru Bicara Presiden.

Usai BRG terbentuk, kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan memang masih terjadi. Titik-titik hotspot masih ada setiap tahunnya. Tetapi terjadi penurunan, jika dibandingkan pada 2015 lalu. Namun apakah keberhasilan itu lantaran peran BRG, tidak ada laporan pasti.

Kini, BRG mendapat sorotan kembali di tengah-tengah upaya Presiden Joko Widodo merampingkan birokrasi. Tapi sorotan yang didapat soal apakah dipertahankan atau tidak.

"Kemudian BRG, sementara ini perannya cukup bagus dalam ikut menangani restorasi gambut. Tapi nanti juga akan dilihat," kata Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, Selasa, 14 Juli 2020.

"BRG itu dari sisi kebarakan, apakah cukup ditangani BNPB. Dari sisi optimalisasi gambut untuk pertanian apakah cukup oleh Kementan. Itu kira-kira yang sedang dikaji Kemenpan RB," ujar Moeldoko.

Sementara yang akan dibubarkan dan atau dileburkan seperti Komisi Usia Lanjut, maupun Badan Standarisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK).