Anggota DPR Yakin Ada Mafia Hukum di Balik Djoko Tjandra
- tvOne
VIVA – Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari yakin, ada mafia hukum yang ikut bermain dan memfasilitasi buronan Djoko Tjandra, sehingga bisa bebas keluar dan masuk ke Indonesia.
"Ini melibatkan suatu jaringan," kata Taufik, dalam program ILC TvOne bertajuk 'Simsalabim Djoko Tjandra', Selasa 7 Juli 2020.
Djoko Tjandra diketahui pada awal Juni 2020 lalu sempat datang ke Indonesia. Ia bahkan membuat KTP elektronik di Kelurahan Grogol Selatan, Kebayoran Lama Jakarta Selatan. Termasuk sempat membuat pasport, walau akhirnya tidak digunakan dan ditarik kembali oleh Dirjen Keimigrasian.
Selain itu, Djoko Tjandra juga bahkan mengajukan proses peninjauan kembali atau PK terhadap perkara yang menimpanya. Tapi sayang, dia tidak hadir dengan alasan sakit melalui surat keterangan sebuah klinik di Malaysia. Kemampuannya dalam mengurus administrasi itu, membuat Taufik yakin bahwa ada mafia.
"Ini bukti mafia hukum," katanya.
Dia yakin, diantara lembaga-lembaga tersebut, ada pihak-pihak yang ikut bermain dan membantu. "Mungkin ada oknumnya di instansi-instansi yang membantu sehingga Djoko Tjandra bisa seperti yang diceritakan tadi," katanya.
Diketahui, Djoko Tjandra mendaftar PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.
Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Djoko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Tapi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Djoko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.
Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya.