Daya Beli Petani Semakin Tertekan, BPS: Harus Cepat Ditangani

Petani memanen bawang merah di Kampung Tugu, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa, 7 Mei 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

VIVA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai tukar petani naik pada Juni 2020 kembali naik. Akan tetapi kenaikan itu belum sampai membuat nilainya kembali menyentuh titik impas.

Kepala BPS, Suhariyanto mengatakan, pada bulan itu, nilai tukar petani sebesar 99,6 naik 0,13 persen dari catatan Mei 2020 sebesar 99,47. Masih jauh di bawah titik impas sebesar 100.

Meski naik, Suhariyanto menganggap, kondisi nilai tukar petani yang di bawah titik impas berbahaya karena akan semakin menekan daya beli petani. Sebab, pendapatan mereka jauh lebih rendah dari pengeluaran. 

"Harus cepat ditangani, bisa dibayangkan kalau harga yang diterima petani pendapatannya turun sementara konsumsinya, baik untuk konsumsi rumah tangga maupun biaya produksi naik pendapatannya akan minus," kata dia saat telekonferensi, Rabu, 1 Juli 2020.

Dia mengungkapkan kenaikan NTP Juni 2020 dipengaruhi oleh naiknya NTP di tiga subsektor pertanian, yaitu NTP Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,04 persen, Subsektor Peternakan sebesar 1,69 persen, dan Subsektor Perikanan sebesar 0,38 persen. 

Sementara itu, NTP pada dua subsektor lainnya mengalami penurunan, yaitu Subsektor Hortikultura sebesar 1,15 persen, dan Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,04 persen.

"Pada Juni 2020, NTP Provinsi Jambi mengalami kenaikan terbesar, yakni 2,63 persen dibandingkan kenaikan NTP provinsi lainnya. Sebaliknya, NTP Provinsi Kalimantan Barat mengalami penurunan tertinggi 2,33 persen," ucapnya.

NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat daya beli petani di perdesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.