Pakar Kesehatan UI Dorong Surabaya Terapkan PSBB Lagi

Polisi memasang 'water barrier' di Bundaran Waru saat PSBB Surabaya
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Didik Suhartono

VIVAnews - Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo, diminta turun tangan untuk mengusulkan Surabaya kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Tujuannya, untuk menyelamatkan masyarakat dan tenaga kesehatan.

Sebagai Ketua Gugus Tugas Covid-19, Doni punya kewenangan untuk mengusulkan diterapkannya PSBB. Hal itu tertuang dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2020, tentang Pedoman PSBB yang diteken Menteri Terawan Agus Putranto pada 3 April 2020.

Bunyi Pasal 5 PMK 9/2020 menyebutkan bahwa selain diusulkan oleh gubernur/bupati/walikota, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dapat mengusulkan kepada menteri untuk menetapkan PSBB di wilayah tertentu berdasarkan pada kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

Pakar Kesehatan Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, sepakat kalau Surabaya kembali diterapkan PSBB. Menurut dia, Presiden Jokowi telah menunjuk Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas Covid-19. Makanya, semua harus satu komando koordinasinya.

"Sebenarnya komandan semuanya di Ketua Gugus Tugas. Menteri atau kementerian semua koordinasi di situ, saya tidak setuju kalau kementerian jalan sendiri. Ini jalan ke kiri, ini jalan ke kanan, tidak boleh. Kan presiden sudah menunjuk ketua gugus tugas, nah ketua gugus tugas inilah yang pegang komando," kata Ari pada Senin, 22 Juni 2020.

Menurut dia, ada beberapa hal kenapa angka yang positif corona masih tinggi di beberapa tempat. Di antaranya, pelonggaran pergerakan masyarakat. Apalagi, kata dia, Kota Surabaya juga menganggap PSBB sudah selesai sehingga itu yang menjadi problem.

"Beda dengan Jawa Barat dan Jakarta. Memang Jakarta transisi, tapi masyarakat euforia turun ke jalan. Jadi masalah pelonggaran," ujar Dekan Fakultas Kedokteran UI ini.

Maka dari itu, Ari menilai perlu diterapkan lagi PSBB di Surabaya karena kondisinya masih memprihatinkan. Tentu, sekarang harus ada keputusan yang tegas untuk melindungi dan menyelamatkan jiwa masyarakat, termasuk petugas kesehatan. Karena jika masyarakat sakit, maka ujungnya dokter dan petugas kesehatan yang kewalahan.

"Sekarang dengan kondisi seperti ini, apalagi dokter banyak yang kena (Covid-19) dan meninggal. Ya menurut saya, sekarang balik lagi PSBB Surabaya. Prosesnya bisa gubernur mengajukan PSBB, nanti dinilai. Saya rasa dengan data-data kasus ini semakin banyak, ya Kemenkes ACC saja," kata dia.

Selanjutnya, Ari melihat masyarakat masih abai terhadap protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti memakai masker, menjaga jarak atau physical distancing, mencuci tangan pakai sabun dengan air mengalir dan lainnya.

"Bisa juga kapasitas pemeriksaan ditingkatkan. Kalau tidak salah, di Jawa Timur itu 2.000 per hari sehingga ini berpengaruh dari jumlah kasus yang ditemukan semakin banyak," katanya.

Selain itu, Ari mengatakan masih ada ego sektoral antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. Oleh karena itu, Ari menyarankan pemerintah daerah mengajak tokoh-tokoh masyarakat untuk menyadarkan masyarakat agar disiplin dan peduli terhadap protokol kesehatan.

"Libatkan tokoh masyarakat untuk bicara, kalau tidak ya kasus akan meledak terus di Jawa Timur. Saya sebagai dokter juga tidak tahu bagaimana karakteristik masyarakat di sana, yang tahu ya orang situ sendiri. Sebenarnya siapa pun yang turun gunung kalau di bawahnya tidak beres, ya tidak bisa lah," katanya.