Cegah Teroris Manfaatkan Dana Simpan Pinjam, PPATK Gandeng Kemendagri
- VIVA/Dani
VIVA – Aksi terorisme disebut kerap memanfaatkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit Simpan Pinjam (USP) yang berada di bawah pengawasan pemerintah daerah. Untuk itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Kedua lembaga tersebut menggelar rapat bersama. Rapat ini untuk meningkatkan koordinasi pencegahan dan pemberantasan pencucian uang serta pendanaan terorisme yang memanfaatkan KSP serta USP tersebut.
"Pertemuan dan sinergi dengan Kemendagri adalah bagian penting dari upaya PPATK mendukung penegakan hukum serta menjaga stabilitas dan integritas perekonomian guna membangun sistem ekonomi dan keuangan yang sehat,” kata Kepala PPATK, Dian Ediana Rae, melalui pesan tertulis, Selasa 16 Juni 2020.
Selain itu, pertemuan ini bertujuan untuk mendiskusikan strategi perlindungan dan pengawasan yang efektif atas Non-Profit Organization (NPO), yang rentan digunakan sebagai sarana pendanaan terorisme.
Koordinasi dua lembaga ini, menjadi upaya bersama guna menutup semua jalur yang mungkin dipergunakan untuk tindak pidana pencucian uang. PPATK akan terus mengejar uang hasil kejahatan ekonomi yang disimpan di dalam maupun luar negeri secara konsisten dan berkelanjutan. Untuk menjamin stabilitas ekonomi dan sistem keuangan, sekaligus meningkatkan kapasitas fiskal pemerintah.
Sementara itu, Mendagri, Tito Karnavian, memastikan, siap mendukung langkah-langkah PPATK untuk mengejar dan memutus dana-dana yang akan digunakan oleh kelompok-kelompok teroris.
Selain itu, Tito menyatakan akan menerbitkan produk kebijakan mendagri kepada seluruh pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten, kota untuk meningkatkan pembinaan terhadap seluruh KSP dan USP di daerah. Cara itu dilakukan sebagai upaya meningkatkan kinerja KSP dan USP.
Sekaligus melindungi mereka dari tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
“Pengawasan terhadap KSP, USP, perizinan bagi perusahaan properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang perhiasan, emas, akan terus dievaluasi karena masih rentannya berbagai unit usaha tersebut dijadikan sarana bagi pelaku tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme,” ujar mantan kapolri ini.
Berdasarkan data Sectoral Risk Assessment yang dihimpun PPATK bersama sejumlah lembaga terkait, tidak kurang terdapat 11.672 populasi yang terdiri atas 7.326 perusahaan, agen properti. Ada 3.305 pedagang kendaraan bermotor. 877 pedagang permata dan perhiasan, logam mulia, serta 49 pedagang barang seni dan antik.
Dari total populasi tersebut, baru 1.535 yang sudah teregister di PPATK dengan rincian: 1.090 perusahaan, agen properti. 351 pedagang kendaraan bermotor. 27 pedagang permata dan perhiasan, logam mulia, serta dua pedagang barang seni dan antik.
Pihak yang sudah teregister tersebut telah menyampaikan 3.806 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) selama periode tahun 2012 hingga Juni 2020. Karena itulah, sinergi PPATK dengan Kementerian Dalam Negeri sangat diperlukan guna memperkuat kepatuhan terhadap rezim aturan antipencucian uang dan pendanaan terorisme (APU/PPT) dari seluruh pihak tersebut.