Asisten Imam Nahrawi Divonis 4 Tahun Penjara

Terdakwa kasus suap dana hibah KONI Imam Nahrawi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVAnews - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman empat tahun penjara terhadap terdakwa Miftahul Ulum. Asisten Pribadi (Aspri) mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi, itu juga dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Miftahul Ulum berupa pidana penjara selama 4  tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan," kata Hakim Ketua, Ni Made Sudani, saat membacakan amar putusan terdakwa Miftahul Ulum di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 15 Juni 2020.

Majelis hakim menyatakan terdakwa Ulum terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima suap Rp11.500.000.000 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Uang itu untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.

Majelis juga meyakini Ulum terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menerima gratifikasi sebesar Rp7,654 miliar bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.

Menurut majelis hakim, perbuatan Ulum tersebut terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12 ayat 1 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto pasal 64 ayat 1 KUHP dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Miftahul Ulum Pulungan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan beberapa tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata hakim Ni Made.

Dalam menjatuhkan hukuman, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa dinilai tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

"Hal meringankan, terdakwa sopan di persidangan, belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga, merasa salah, menyesali perbuatan dan berjanji tidak melakukan perbuatan, uang hasil terdakwa sebagian besar dinikmati orang lain dan sebagian kecil yang dinikmati terdakwa, terdakwa juga sudah meminta maaf," Kata hakim.

Vonis ini sejatinya lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK. Sebelumnya Ulum dituntut sembilan tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Atas vonis tersebut, Ulum menyatakan menerima. Sementara Jaksa KPK menyatakan banding.

Miftahul Ulum sebelumnya didakwa menerima suap Rp11.500.000.000 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Uang berasal dari mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI, Johnny E Awuy. Uang tersebut dimaksudkan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.

Miftahul Ulum bersama-sama dengan Imam Nahrawi menerima fee dari Ending Fuad Hamidy dan Johnny E Awuy terkait sejumlah proposal yang diajukan KONI. Proposal itu yakni terkait bantuan dana hibah pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Games 2018. Kemudian, terkait proposal dukungan KONI Pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.

Selain itu, Ulum juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp8.648.435.682 bersama-sama dengan Imam Nahrawi. Ulum berperan sebagai perantara uang yang diterima dari berbagai sumber untuk Imam Nahrawi.

Sedikitnya ada lima sumber uang gratifikasi yang diterima Ulum untuk nantinya kemudian diserahkan ke Imam Nahrawi. Dari rincian yang dibeberkan Jaksa, uang sebesar Rp 300 juta diterima Ulum dari Sekretaris Jendral KONI Ending Fuad Hamidy. Uang itu, diperuntukan sebagai biaya tambahan operasional Imam Nahrawi saat berkegiatan dalamacara Muktamar NU di Jombang, Jawa Timur.

Kedua, Ulum menerima uang sebesar Rp 4,9 miliar dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016. Uang itu, diperuntukan sebagai dana operasional tambahan perjalanan dinas Imam Nahrawi. Kata jaksa, uang tersebut diterima Ulum secara bertahap dengan 38 kali pemberian dalam rentang waktu 2015 hingga 2016.

Kemudian, Ulum menerima Uang sebesar Rp 2 miliar dari Lina Nurhasanah. Namun, uang itu diperuntukan sebagai pelunasan pembayaran jasa desain konsultan arsitek untuk pemugaran kediaman Imam dan usaha butik dan kafe istri Imam Nahrawi. Uang itu, diberikan Lina kepada Ulum berasal dari dana akomodasi atlit pada anggaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima).

Selanjutnya, Ulum menerima uang sebesar Rp 1 miliar dari Edward Taudan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada program Satlak Prima Kemenpora tahun anggaran 2016-2017.

Terakhir, Ulum menerima uang sebesar Rp 400 juta dari Supriyono selaku BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018. Transaksi uang itu dilakukan di area parkir Kantor Kemenpora pada 2018. Uang itu, diberikan sebagai honor untuk kegiatan Satlak Prima. Padahal, program tersebut telah resmi dibubarkan pada Oktober 2017.