Kawanan Monyet ’Serang’ Permukiman Warga sejak Taman Kota Solo Ditutup
- bbc
Kawanan monyet yang menghuni Taman Balekambang Kota Solo, Jawa Tengah, kelaparan dan mencari makan di permukiman warga. Hal ini terjadi setelah objek wisata tersebut ditutup sejak pandemi Covid-19 turut melanda Solo.
Sumeh, Kepala UPT Kawasan Wisata Taman Balekambang, mengatakan selama ini kawanan monyet di Balekambang mendapatkan pakan dari pemberian pengunjung. Namun kondisi tersebut berubah setelah penetapan KLB Covid-19 di Solo yang menyebabkan penutupan objek wisata.
"Pengunjung itu kadang ada yang ngasih makan. Nah, monyet kalau dikasih makan senang. Tapi mulai tanggal 18 Maret lalu hingga sekarang Balekambang ditutup, sehingga tidak ada yang memberi makan," kata dia di Taman Balekambang Solo, Jumat (12/06) kepada wartawan Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
- China hapus trenggiling dari daftar obat tradisional Tiongkok
- `Ini bukan pandemi terakhir`, ilmuwan peringatkan penyakit baru dari hewan liar
- Bagaimana hewan liar menikmati kebebasan di tengah `lockdown`
Setelah monyet-monyet tersebut tak lagi mendapat pakan dari pengunjung, mereka mencari makan di permukiman warga hingga ke kawasan Stadion Manahan Solo.
"Karena nggak ada yang ngasih makan, monyet-monyet itu kadang Manahan dan kadang ke tempat warga untuk mencuri makanan," ucapnya.
Pihak pengelola Taman Balekambang sendiri tidak mau disalahkan atas tindakan kawanan monyet berjumlah 10 ekor tersebut. Ia berdalih bahwa monyet tersebut bukan peliharaan Taman Balekambang, melainkan monyet liar hasil lepasan pedagang di Pasar Depok yang letaknya berdampingan dengan Taman Balekambang.
"Bahwasannya monyet yang ada di Balekambang dan Manahan itu bukan milik kita. Monyet-monyet itu lepasan dari Pasar Depok dan menghuni Balekambang mulai tahun 2010 lalu. Pertamanya itu hanya dua atau tiga ekor monyet yang lepas," sebutnya.
Lantaran kawanan monyet tersebut tidak diakui sebagai koleksi hewan Taman Balekambang, pihak pengelola tidak menyediakan anggaran untuk pakan. Anggaran pakan hanya disediakan untuk koleksi binatang yang dipelihara pengelola taman, seperti rusa, angsa, burung merak, burung dara, dan ikan di kolam.
"Di sini nggak ada anggaran untuk pakan monyet karena itu liar bukan milik kita. Sedangkan jumlah anggaran untuk pakan seperti rusa, angsa, burung dara, ikan, merak itu sekitar Rp68 juta melalui APBD," tuturnya.
Ke depan, Sumeh pun tetap bersikukuh monyet ekor panjang itu tetap tidak akan masuk menjadi koleksi binatang di Taman Balekambang meskipun sudah lama menghuni kawasan tersebut.
"Tetap tidak ada rencana itu, Pak Wali Kota dan pejabat-pejabat juga tidak mau kalau monyet dimasukkan menjadi ikon Balekambang. Mungkin karena kenakalannya itu ya," ucapnya.
Kemudian, Sumeh pun mencontohkan ulah monyet liar yang pernah meresahkan pengunjung di Balekambang, seperti mencopot spion motor, mengambil kunci motor, hingga membawa dompet milik pengunjung ke atas pohon.
"Maka harapannya ke depannya itu kawanan monyet itu bisa hilang dari Balekambang. Kita sudah kerja sama dengan BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) untuk menangkap monyet-monyet itu," akunya.
Usaha penangkapan bersama BKSDA yang pernah dilakukan, termasuk memasang kandang untuk perangkap serta menembak bius monyet tersebut. Hanya saja, usaha itu tidak mudah.
"Kita bersama BKSDA pernah menjebak kena satu ekor monyet, tapi setelah itu kawanan monyet lainnya hilang selama tiga bulan. Setelah itu muncul lagi, tertangkap lagi dua ekor, kemudian kawanan lainnya menghilang," keluhnya.
Pindahkan ke habitat asli
Sementara itu Ketua BKSDA Jawa Tengah, Darmanto, mengatakan pihak BKSDA telah menyiapkan berbagai cara untuk penyelamatan monyet ekor panjang yang menghuni kawasan Taman Balekambang.
BKSDA Jawa Tengah menyerahkan tugas tersebut kepada tim dari BKSDA Seksi Wilayah I Surakarta, polisi kehutanan, dan Pengendali Ekosistem Hutan (PEH).
"Tim sudah memasang jebakan untuk menangkap monyet ekor panjang yang jumlahnya ada 10 ekor," sebutnya.
Darmanto menambahkan, nantinya setelah semua kawanan monyet di Balekambang tertangkat selanjutnya akan dipindahkan ke habitat aslinya.
"Rencana akan kita pindahkan ke Taman Wisata Alam Grojogan Sewu yang merupakan habitatnya dan di Gunung Clering yang termasuk habitatnya juga," kata dia.