KPK Tetapkan Mantan Dirut PT DI Budi Santoso Tersangka

Ketua KPK Firli Bahuri
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan penetapan tersangka mantan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Budi Santoso dan Asisten Direktur Utama bidang Bisnis Pemerintah, Irzal Rinaldi Zailani.

Keduanya ditetapkan tersangka dugaan korupsi terkait kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia tahun 2007-2017.

Dalam kasus ini, Budi Santoso dan Irzal serta sejumlah pihak lain diduga penyidik KPK telah merugikan keuangan negara sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta atau sekitar Rp300 miliar.

"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta," kata Ketua KPK, Firli Bahuri dalam konferensi pers di Kantornya, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Juni 2020.

Firli menjelaskan, nilai kerugian negara tersebut berasal dari jumlah pembayaran yang dikeluarkan PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra atau agen penjualan dan pemasaran dari 2008 hingga 2018. Padahal, enam perusahaan itu tidak pernah melaksanakan kewajiban sesuai dengan perjanjian.

Firli merincikan, kasus korupsi ini bermula pada awal 2008, saat Budi Santoso dan Irzal Rinaldi Zailani bersama-sama dengan Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, serta Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan menggelar rapat mengenai kebutuhan dana PT DI untuk mendapatkan pekerjaan di kementerian lainnya.

Dalam rapat itu dibahas juga mengenai biaya entertaintment dan uang rapat-rapat yang nilainya tidak dapat dipertanggungjawabkan melalui bagian keuangan.

"Selanjutnya Tersangka BS (Budi Santoso) mengarahkan agar tetap membuat kontrak kerja sama mitra atau keagenan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut, namun sebelum dilaksanakan, Tersangka BS meminta agar melaporkan terlebih dahulu rencana tersebut kepada pemegang saham yaitu Kementerian BUMN," kata Firli.

Setelah sejumlah pertemuan, disepakati kelanjutan program kerja sama mitra atau keagenan dengan mekanisme penunjukan langsung.

Selain itu, dalam penyusunan anggaran pada rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT DI, pembiayaan kerja sama tersebut dititipkan dalam 'sandi-sandi anggaran' pada kegiatan penjualan dan pemasaran.

Selanjutnya, Budi memerintahkan Irzal Rinaldi dan Arie Wibowo untuk menyiapkan administrasi dan koordinasi proses kerja sama mitra/keagenan. Irzal kemudian menghubungi Didi Laksamana untuk menyiapkan perusahaan yang akan dijadikan mitra/agen. 

Kemudian, mulai Juni 2008 hingga 2018, dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT Dirgantara Indonesia yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration dengan Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.

"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama," kata Firli.

PT DI baru mulai membayar nilai kontrak itu kepada perusahaan mitra/agen pada 2011 atau setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan. Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut sekitar Rp205,3 miliar dan US$8,65 juta.

Setelah keenam perusahaan tersebut menerima pembayaran, terdapat permintaan sejumlah uang baik melalui transfer maupun tunai sekitar Rp96 miliar yang kemudian diterima oleh pejabat di PT DI.

"Di antaranya tersangka BS, tersangka IRZ, Arie Wibowo, dan Budiman Saleh," ujar Firli.

Meski demikian, KPK saat ini baru mengumumkan Budi Santoso dan Irzal Rinaldi sebagai tersangka. Sementara, pihak-pihak lain yang turut serta dalam rapat, maupun perbuatan lainnya terkait tindak pidana ini, bahkan turut menerima aliran dana, termasuk Budiman Saleh yang kini jabat Direktur Utama PT PAL tak disebut KPK sebagai tersangka. Padahal, berdasarkan informasi, KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut.

Budi dan Irzal pun disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.