Kisah Pejuang Lingkungan Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19
- Astra
VIVA – Kawasan ekowisata Air Terjun Nyarai, Lubuk Alum, Sumatera Barat, kini tampak lengang. Ingar bingar kunjungan ribuan wisatawan, tak terlihat lagi sejak pandemi Covid-19 melanda.
Sejak Pemerintah Daerah Sumatera Barat menerapkan peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran Covid-19, para pemandu wisata, salah satunya Ritno Kurniawan, berupaya bertahan hidup. Mereka tidak lagi menerima kunjungan wisatawan, yang setiap bulan sekitar 1.500-2.000 orang.
"Saya berbakti sebagai fasilitator dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat setempat mengenai hal-hal baru dan berguna, termasuk penanggulangan wabah dan cara bertahap hidup," kata lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu dikutip dari keterangan Astra, Jumat 5 Juni 2020. "Saya selalu percaya membantu masyarakat memiliki dampak yang luar biasa".
Upaya Ritno mengajak para pemandu untuk memberikan informasi penanggulangan wabah dan cara bertahan hidup kepada masyarakat dilakukan secara rutin. Mereka melakukan dengan kesabaran, karena warga sekitar tidak akan bergerak tanpa melihat adanya bukti nyata.
Ritno mendatangi tokoh masyarakat satu per satu untuk memberikan penjelasan tentang peraturan PSBB. Dengan harapan, agar masyarakat dapat disiplin dalam memerangi Covid-19. Bersama warga, mereka juga turut berjuang bersama-sama, terutama saling bantu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari untuk bertahap hidup.
Sejak pandemi Covid-19, Ritno dan pemandu wisata lainnya bergerak bersama warga untuk mendistribusikan masker kain melalui gerakan Padang Pariaman Bermasker. Gerakan tersebut mendapat dukungan dari pemerintah setempat untuk mendonasikan sembako dan 1.800 butir telur.
Dukungan pemerintah juga diberikan pada area rafting dengan membebaskan biaya pajak, serta bantuan dari Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) berupa pemberian dana untuk para pemandu yang terdampak. Aksi sosialisasi pemahaman normal baru menjadi rutinitas saat ini yang dilakukan setiap hari bersama para pemandu.
Ritno akan menerapkan protokol kesehatan untuk menghidupkan area ekowisata, seperti halnya pembatasan pengunjung, satu rombongan terdiri atas lima wisatawan dan satu pemandu, pengecekan suhu tubuh, fasilitas cuci tangan dan penggunaan masker.
Pelestarian Hutan Gamaran
Sementara itu, kecintaannya terhadap hutan berhasil diwujudkan dengan ide pelestarian Hutan Gamaran menjadi kawasan ekowisata. Ritno mengajak para pembalak liar untuk menjadi pemandu wisata Air Terjun Nyarai yang resmi dibuka pada April 2013.
Dengan pemahaman dan penjelasan yang dilakukan secara konstan, Ritno mampu mengubah perilaku sosial warga sekitar dan meningkatkan pendapatan dari pekerjaan sebelumnya.
"Para penebang kayu mendapatkan penghasilan Rp150.000 selama satu minggu. Ketika beralih sebagai pemandu wisata, mereka mampu mendapatkan Rp80.000 per hari," Ritno yang kini juga menjual santapan laut secara online melalui Riku Fresh itu.
Hingga saat ini, para pemandu selalu bekerja tiga hari dalam sepekan untuk mendampingi para pengunjung. Semangat dan dedikasinya yang mampu menghasilkan peluang mata pencarian baru, menjadikan Ritno Kurniawan sebagai penerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2017 bidang Lingkungan dengan julukan Transformer Pembalak Liar.
Pria berusia 34 tahun itu mampu memimpin 170 pemandu, 55 di antaranya telah terverifikasi oleh Himpunan Pemandu Indonesia (HPI) dan 80 persen personelnya merupakan mantan pembalak liar. Pun status Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) telah didapatkan.
Sebagai tanda apresiasi dan dukungan dari Astra, SATU Indonesia Awards yang tahun ini berusia 11 tahun, meluncurkan tambahan kategori apresiasi khusus, yakni "Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi Covid-19. Apresiasi akan diberikan kepada lima anak muda yang telah berjuang tanpa pamrih mencegah penyebaran Covid-19 serta penanganan dampak sosial di seluruh Indonesia.