Teror Pembunuhan di Diskusi UGM, Polisi: Lapor Kalau Merasa Terancam
VIVA – Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta menyebut siap melindungi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang merasa dapat ancaman. Pernyataan ini menanggapi kabar sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Guru Besar Hukum Tata Negara yang disebut dapat intimidasi akibat hendak menggelar diskusi bertajuk 'Pemecatan Presiden'.
"Polisi melindungi semua warga negara. Jika ada yang merasa terancam silahkan melapor ke kepolisian terdekat," ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda DIY, Komisaris Besar Polisi Yulianto saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu 30 Mei 2020.
Namun, dia menyebut sampai sekarang belum ada laporan ke pihaknya dari pihak yang merasa diteror. Maka dari itu, hingga kini mereka belum mengambil tindakan atas kabar tersebut. Pasalnya, kasus intimidasi maupun teror tergolong dalam delik aduan.
"Polda maupun Polres belum menerima laporan terkait itu. Secara hukum kalau belum ada laporan ya belum ada korban," katanya lagi.
Sebelumnya diberitakan, diskusi virtual bertema 'Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan' yang diselenggarakan oleh Constitutional Law Society (CLS) atau Komunitas Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) batal digelar.
Diskusi tersebut rencananya digelar pada Jumat 29 Mei 2020 pukul 14.00-16.00 WIB. Sebelum diskusi digelar, kontroversi sempat muncul terkait tema yang diusung. Tema diskusi pun sempat diganti penyelenggara menjadi 'Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan'. Akhirnya, diskusi virtual tersebut justru urung digelar.
Paska menjadi viral di media sosial sejumlah pihak yang terlibat dalam acara tersebut menjadi sasaran teror orang tak dikenal. Selain pembicara, teror juga dialami oleh moderator, narahubung kegiatan maupun panitia penyelenggara.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Sigit Riyanto membenarkan perihal adanya teror terhadap sejumlah mahasiswanya yang terlibat dalam kegiatan diskusi itu. Teror yang dialami ini dari nomor telepon dihubungi orang tak dikenal, hingga ancaman pembunuhan.
"Berbagai teror dan ancaman dialami oleh pembicara, moderator, narahubung, serta kemudian kepada ketua komunitas 'Constitutional Law Society' (CLS) mulai dari pengiriman pemesanan ojek online ke kediaman, teks ancaman pembunuhan, telepon, hingga adanya beberapa orang yang mendatangi kediaman mereka," ujar Sigit dalam keterangan tertulisnya, Sabtu 30 Mei 2020.