Dampak Psikologi Virus Corona di Indonesia dan Cara Mengatasinya

Sumber :

Dampak wabah COVID-19 tidak saja dirasakan dari sisi kesehatan atau tingkat kematian, namun juga terhadap psikologis bagi warga di mana saja, termasuk di Indonesia.

Layanan Psikologi COVID-19 di Indonesia: 

  • Nomor Layanan Psikologi Sehat Jiwa (Sejiwa) COVID-19 adalah 119 ext 8
  • Sudah lebih dari 6 ribu orang yang menghubungi nomor tersebut
  • Salah satu kasus yang muncul adalah tindak kekerasan dalam rumah tangga

Warga yang cemas dengan kemungkinan mereka bisa tertular virus tersebut, khawatir kemungkinan virus mempengaruhi kehidupan perekonomian mereka.

Apa yang sudah dilakukan oleh kalangan profesional di bidang kesehatan jiwa di Indonesia berkenaan dengan hal tersebut?

Bagaimana juga warga menyesuaikan di tengah ketidakpastian pandemi virus corona?

Salah satu lembaga yang terlibat dalam usaha mengetahui dan membantu warga Indonesia dalam masalah psikologis adalah HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) wadah berhimpunnya profesional Psikologi di Indonesia.

HIMPSI membentuk Gugus Tugas Layanan Psikologi COVID-19 yang dipimpin oleh Dr Andik Matulessy .

Sejak tanggal 29 April lalu layanan telepon diluncurkan bagi warga yang ingin menyampaikan masalah yang mereka hadapi, dimana HIMPSI bekerjasama dengan Kantor Staf Presiden (KSP) dan Telekom.

Dalam keterangan kepada Sastra Wijaya, wartawan ABC Indonesia di Melbourne, Dr Andik Matulessy mengatakan sejak diluncurkan mereka telah menerima 6.457 panggilan telepon.

"Kita sudah menyiapkan 161 relawan psikolog untuk gelombang pertama dan 350 relawan di gelombang kedua." katanya.

"Mereka bekerja secara sukarela untuk menerima panggilan telepon yang sudah disiapkan."

Dr Andik Matulessy Ketua Gugus Tugas Layanan Psiklogi COVID-19 PP HIMPSI? (Foto: Supplied)

Layanan Psikologi ini dinamakan Sehat Jiwa (Sejiwa), dengan nomor yang bisa dihubungi adalah 119 ext 8.

Dalam kegiatannya, Andik Matulessy yang sehari-hari menjadi tenaga pengajar di Universitas 17 Agustus di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan HIMPSI berusaha melakukan tiga hal, yakni komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai COVID-19.

"Kita menyadari ketika dalam rapat bahwa 80 persen persoalan terkait dengan wabah adalah munculnya dampak psikologis," kata Andik.

Salah seorang yang terlibat mejadi relawan di Layanan Sejiwa adalah Phebe Illenia Suryadinata, Master Psikologi yang tinggal di Surabaya, Jawa Timur.

"Dari beberapa klien yang saya bantu, keluhan mereka rata-rata tentang kecemasan dan kekhawatiran terkena COVID-19 sehingga mengalami stres," kata Phebe kepada ABC Indonesia.

Selama seminggu menjadi relawan Phebe mengatakan dia berbicara dengan lima orang, yakni tiga pria dan dua perempuan yang berasal dari berbagai tempat di Indonesia.

Phebe Illenia Suryadiata, psikolog di klinik psikologi Dear Astrid di Surabaya (Jawa Timur). Foto: Supplied

Kekerasan dalam rumah tangga juga muncul selama pandemi

Salah satu masalah yang didengar oleh Phebe dalam layanan telepon Sejiwa tersebut adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Ada satu orang yang menjelaskan kekerasan yang dialaminya," kata Phebe.

"Klien saya ini dipukuli oleh kakak laki-lakinya karena membela kakak ipar dan keponakannya yang dipukuli terlebih dulu."

"Hal ini bukan cuma sekali, tapi sudah berulang kali. Ketika yang bersangkutan melapor ke ibunya, ibunya malah menyalahkan yang bersangkutan."

"Yang bersangkutan akhirnya malah merasa bersalah. Jadi selain kekerasan fisik dia juga mengalami tekanan emosional dan juga kata-kata kasar," kata Phebe.

Masalah ini menurut Phebe semakin memburuk di tengah situasi pandemi, karena kliennya ingin keluar dari kondisi yang dialaminya.

"Yang bersangkutan tertekan dengan kondisi demikian dan ingin keluar. Tapi kondisi sekarang tidak memungkinkan. Mau tidak mau tetap di rumah sehingga tambah tertekan," kata Phebe lagi yang sehari-harinya bekerja di klinik psikologi Dear Astrid di Surabaya.

Menurut Phebe, apa yang didengarnya sebagai relawan dalam situasi COVID-19 ini berbeda dengan apa yang dilakukannya sebelumnya.

"Ketika di klinik, karena saya lebih membantu klien remaja dan dewasa awal, saya sempat menangani soal masalah pekerjaan, masalah pendidikan, dan krisis dalam kehidupan remaja mereka, soal kebingungan akan jadi apa, cita-cita dan harapan," kata Phebe.

Mengikuti webinar gratis sebagai salah satu cara menghabiskan waktu

Di tengah pandemi tersebut, bagaimana masyarakat di berbagai negara beradaptasi secara psikologis?

Moh Abdul Hakim PhD dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo terlibat dalam survei global yang melibatkan peneliti dari 35 negara dengan tujuan utk memetakan dampak psikologis pandemi dan daya resiliensi masyarakat.

Di Indonesia, survei ini melibatkan 1.319 responden.

Moh Abdul Hakim dari UNS Solo terlibat dalam survei global mengetahui dampak psikologis pandemi dan daya tahan masyarakat. Foto: Supplied

"Hampir seluruh responden mengalami tekanan psikologis akibat pandemi. Empat faktor pemicunya: ketakutan terinfeksi virus, kekurangan kebutuhan dasar, tuntutan menyesuaikan perilaku, dan larangan berkumpul," kata Abdul Hakim.

Menurutnya yang menarik dari suvei adalah anak-anak muda yaitu usia 21 ke bawah cenderung mengalami tekanan paling berat dibanding kelompok usia yang lebih tua.

Namun menurutnya, tekanan psikologis tidaklah berkembang menjadi stres yang akut.

"Hanya sekitar 20-26 persen responden yg teridentifikasi mengalami stres akut, seperti susah tidur, gampang marah, dan tegang," kata Moh Abdul Hakim yang baru menyelesaikan PhD dari Massey University di Selandia Baru.

Menurut Abdul Hakim, berbeda dengan warga negara lain, warga di Indonesia memiliki cara tersendiri dalam beradaptasi di tengah krisis virus corona.

Rasa solidaritas yang dimiliki warga Indonesia yang melibatkan tidak hanya keluarga dekat namun juga kalangan yang lebih luas seperti tetangga, teman kantor atau bahkan kelompok sosial informal seperti ikatan alumni atau kelompok hobi.

Gotong Royong di Tengah Pandemi

Komunitas Sarapan Gratis kini sudah menyediakan pula beberapa peralatan untuk menjaga kebersihan tubuh. (Koleksi Claudia Lengkey)

"Secara umum, masyarakat Indonesia cukup resilient menghadapi tekanan psikologis akibat pandemi," kata Abdul Hakim.

"Selama pandemi, di sini muncul banyak sekali kegiatan sosial yg diinisiasi kelompok-kelompok sosial hanya sekedar untuk menunjukkan rasa solidaritas.

Misalnya gerakan bantu driver ojol, terus muncul acara-acara webinar gratis," kata Moh Abdul Hakim.

Persembahan khusus untuk COVID-19 agar dijauhkan dari bencana Retno IG Kusuma , psikolog di bagian Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah Denpasar. Foto: Supplied

Sejauh ini kasus positif corona di Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, dengan ibukota Jakarta memiliki kasus terbanyak.

Ketika wabah mulai muncul di Indonesia dua bulan lalu, timbul kekhawatiran bahwa Pulau Bali yang menjadi pusat kunjungan turis utama di Indonesia akan menjadi salah satu tempat penyebaran utama.

Alasannya saat itu karena Bali memiliki penerbangan langsung dengan Wuhan, kota di China, sebagai tempat bermulanya virus corona.

Sejauh ini angka kasus corona dan kematian di Bali adalah 287 kasus dan empat kematian.

Sudah ada beberapa media internasional termasuk Al Jazeera yang membuat liputan mempertanyakan kemungkinan penyebab tidak banyaknya kasus corona di Bali.

Retno IG Kusuma adalah psikolog yang bekerja sebagai Kasub Psikologi di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah di Denpasar.

Dalam pantauan Retno, RSUP Sanglah sebagai rumah sakit terbesar di Bali memang tidak melihat adanya peningkatan pasien yang diduga mengidap COVID-19.

"Di Sanglah, belum tentu ada perhari yang masuk. Di rumah sakit juga tidak ada permintaan khusus soal pendampingan psikologi."

"Kami juga membuka hotline namun tidak seramai daerah lain," kata Retno dalam perbincangan dengan Sastra Wijaya dari ABC Indonesia hari Kamis (7/5/2020).

Retno Kusuma melihat kehidupan spiritual yang dijalankan warga Hindu Bali menjadi salah satu cara dalam menghadapi kehidupan sekarang ini di sana di tengah situasi pandemi.

"Ada keyakinan spiritual sehingga menyerahkan pada alam dan Hyang Widhi Wasa." kaa Retno.

"Juga ada himbauan menghaturkan persembahan khusus untuk COVID-19 dilakukan cukup sering."

"Persembahyangan dan banten yg dihaturkan untuk menolak bencana, contohnya seperti Gunung Agung."

"Masyarakat Bali khusyu dan rutin memohon perlindungan dan djauhkan dari bencana besar letusan Gunung Agung dan sekarang COVID-19," kata Retno lagi.

Simak juga: VIVAnews Pantau Corona