Harga Gas Industri Turun, BPH Migas Kaji Tarif Pengangkutan

Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalirkan gas bumi CNG (Compressed Natural Gas) untuk industri di PRS (Pressure Reducing Station) Tambak Aji Semarang, Jawa Tengah.
Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalirkan gas bumi CNG (Compressed Natural Gas) untuk industri di PRS (Pressure Reducing Station) Tambak Aji Semarang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA/Dhana Kencana

VIVA – Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mulai mengkaji tarif pengangkutan gas. Langkah ini menyusul kebijakan harga baru gas industri yang ditetapkan pemerintah.

Diketahui, kebijakan penurunan harga gas itu diatur oleh beberapa aturan antara lain Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (SDM) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Lalu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri ESDM Nomor 45 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik (Plant Gate), serta Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2020 tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.

Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa mengatakan, pembahasan telah dilakukan dalam grup diskusi melalui aplikasi daring. Hal ini bertujuan untuk mendengarkan masukan, serta aspirasi dari badan usaha dan pemangku kepentingan terkait yang terdampak dari regulasi tersebut. Agar semua aspek dapat dibahas secara lebih komprehensif khususnya terkait tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa.

Ifan, akrabnya disapa menuturkan, tugas dan fungsi BPH Migas dalam menetapkan tarif pengangkutan gas bumi dilaksanakan melalui mekanisme dan proses yang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan ini dilakukan secara independen dengan tetap memperhatikan kepentingan para pihak seperti pemerintah, badan usaha pengangkutan atau transporter, dan pengguna. 

“Oleh karena itu kami mengundang para stakeholder untuk mendapatkan masukan terkait implementasi regulasi yang sudah terbit ini untuk kami jadikan bahan acuan dalam pengambilan keputusan kami kelak,” kata Ifan dikutip dalam keterangan tertulis, Sabtu 2 Mei 2020.

Ifan mengatakan, ada beberapa poin yang menjadi titik fokus dalam pembahasan, antara lain Pasal 10 Permen ESDM 8 Tahun 2020 yang menyatakan, Badan Pengatur mengkoordinasi dan menetapkan penyesuaian besaran tarif pengangkutan.

Diktum Ketujuh KEPMEN ESDM 89 tahun 2020 terkait dengan rentang waktu penyesuaian tarif pengangkutan, wajib diselesaikan paling lambat 1 bulan sejak Kepmen berlaku 13 April 2020 yaitu pada 13 Mei 2020. Diktum ketujuh KEPMEN ESDM 91 Tahun 2020 terkait dengan rentang waktu penyesuaian tarif pengangkutan, wajib diselesaikan paling lambat 1 bulan sejak Kepmen berlaku yaitu 22 April 2020 selesai pada, 22 Mei 2020. 

"Kendala dan identifikasi ruas transmisi yang terdampak PERMEN dan KEPMEN yang terbit," kata tambah Ifan.

Sementara itu, Komite BPH Migas, Jugi Prajogio pun mengatakan, terkait tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa memang menjadi kewenangan BPH Migas. Itu tertuang dalam Undang Undang 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Menurut Jugi, para pemangku kepentingan terutama badan usaha yang terdampak dari penerbitan regulasi tersebut membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk melakukan penyesuaian terhadap implementasi regulasi. Termasuk penyesuaian perhitungan teknis yang timbul karena penyesuaian regulasi. 

Sebab berbarengan dengan kondisi pandemi Covid-19 ini melanda Indonesia dan memang tenggat waktu satu bulan yang diberikan sangat sempit. Sementara meminta untuk penetapan tarif pengangkutan gas bumi melalui pipa masih menggunakan peraturan atau ketetapan dari BPH Migas.

Senada dengan Jugi, Ketua Indonesia Natural Gas Trader Association (INGTA) Eddy Asmanto menambahkan, sesuai dengan pernyataan dari Kementerian ESDM bahwa pendapatan badan usaha hilir tidak akan dikurangi. Namun batas waktu implementasi yang hanya satu bulan secara teknis sulit untuk dipenuhi.

Hal tersebut terkait dengan perubahan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) baik dengan konsumen maupun dengan produsen. Juga soal kepastian tarif tol fee oleh BPH Migas, serta pengaturan teknis lapangan untuk badan usaha yang memiliki banyak pemasok dan hal-hal tenis lainnya, penyesuaian volume dan konsumen yg mendapat fasilitas penurunan harga.

Selain itu, Badan usaha juga mengusulkan perlu penyelarasan ketentuan pada Permen dan Kepmen dengan peraturan terkait lainnya, serta perlu adanya kejelasan atas beberapa ketentuan pada Permen dan Kepmen. Misalnya mengenai bentuk dan besaran insentif, pengenaan PPN atas biaya penyaluran gas bumi, dan ketentuan lainnya.