Srikandi Pembuat Masker di Tengah Pandemi Covid-19
VIVA – Deru mesin jahit Gina Yuliana masih terdengar hingga malam. Sayup-sayup juga terdengar sesekali ia bicara dengan pekerjanya.
Sudah satu bulan terakhir, aktivitas menjahit di rumahnya di Kembangan, Jakarta Barat berlangsung lebih panjang, yakni dari pukul 08.00 hingga 20.00 WIB. Padahal biasanya, ia hanya bekerja sejak pukul 09.00 hingga 17.00 WIB.
Gina, pemilik "Fafa Quilt & Craft" saat ini aktif menjadi penjahit masker dadakan. Sebelumnya, ia memang menjahit, namun untuk membuat produk yang jauh berbeda, yakni bedcover, sarung bantal, tas, serta gantungan kunci, dan berbagai produk rumah lainnya, dengan metode quilt dan rajut.
Namun, produksi terhenti karena omzetnya jauh menurun sejak pandemi Covid-19, bahkan bisa dibilang tidak ada.
"Kemudian saya buat masker, dan upload di social media, ternyata banyak yang tertarik karena memang sekarang sangat dibutuhkan," tuturnya.
Dalam sehari, Gina mampu memproduksi hingga 100 masker. Bahkan, Gina kini tengah mempersiapkan pesanan dari Pemprov DKI, sebanyak 500 masker per hari. Untuk mampu memproduksi sebanyak itu, Gina akan menggandeng ibu-ibu di sekitarnya, yang sebelumnya pernah ia latih menjahit.
Senada dengan Gina, di wilayah Kertajaya, Kabupaten Bandung Barat, kelompok produsen tas ramah lingkungan bernama "Share Bag" juga terkena dampak Covid-19. Kelompok yang dipimpin oleh Eti Rusmiati ini memberdayakan 10 orang ibu rumah tangga dan mantan asisten rumah tangga.
Sejak Covid-19 melanda Indonesia, terutama masuk ke Bandung, penjualan tas ramah lingkungan turun drastis dan anggotanya kehilangan penghasilan. Berkat semangat dan optimisme, Eti langsung banting setir menjadi pembuat masker.
"Walaupun saat ini harus di rumah, ibu-ibu harus tetap ada kegiatan selain mengasuh anak. Dengan menjahit masker ini, mereka jadi semangat sekaligus tetap memberikan pemasukan untuk keluarganya," ucap perempuan usia 51 tahun itu.
Selama pandemi Covid-19, bahan kain oxford dan katun yang biasa ia gunakan untuk memproduksi tas, kini beralih fungsi menjadi masker. Bersama ibu-ibu rumah tangga, Eti dapat menghasilkan 200 masker per hari.
Saat ini, dirinya sudah menjual lebih dari 1.500 buah masker. Pesanannya datang dari warga Bandung dan Jakarta, salah satunya PT Pertamina.
Berkat semangat, optimisme, dan kerja keras yang pantang redup, Gina dan Eti merupakan contoh dari ribuan srikandi wirausaha mitra binaan Pertamina, yang mampu bertahan di tengah badai pandemi ini.
Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap produk masker, Unit Manager Communication, Relations and CSR MOR III, Dewi Sri Utami, mengatakan, Pertamina turut memberdayakan keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang telah tergabung sebagai mitra binaan unggulan Pertamina.
Salah satunya dengan melibatkan mitra binaan yang memiliki keterampilan menjahit untuk dapat memproduksi alat pelindung diri (APD) seperti masker ini.
"Di tengah kondisi saat ini, merayakan semangat Kartini 'habis gelap terbitlah terang', akan menjadi optimisme dan keyakinan untuk masa depan. Kami turut mendukung semangat para wirausaha perempuan agar terus berdaya," tutur Dewi.
Pandemi Covid-19 berimbas pada penurunan daya beli masyarakat, sehingga UMKM menghadapi tantangan yang cukup berat. Program Kemitraan Pertamina menjadi salah satu upaya menggerakkan ekonomi masyarakat melalui pembinaan usaha kecil dan mikro, serta memberdayakan masyarakat.