Terima Suap, Gubernur Kepulauan Riau Divonis 4 Tahun Penjara
- ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVA – Gubernur nonaktif Kepulauan Riau Nurdin Basirun divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Hakim Yanto saat membacakan amar putusan terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 8 April 2020.
"Terdakwa Nurdin Basirun telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata hakim Yanto
Nurdin dinilai terbukti menerima suap sebesar Rp45 juta dan SGD11.000 terkait izin pemanfaatan ruang laut di wilayah Kepulauan Riau. Tujuan pemberian suap itu agar Nurdin Basirun selaku Gubernur Riau menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare.
Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Nurdin mengarahkan Edy untuk mengumpulkan uang buat kepentingan Nurdin Basirun yang bersumber dari investor yang sedang mengurus perizinan pemanfaatan/pengelolaan ruang laut sampai 12 mil di luar minyak dan gas bumi tanpa melalui Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Uang pengurusan tersebut digunakan untuk membiayai keperluan operasional Nurdin Basirun dalam rangka kunjungan ke pulau-pulau, serta penerimaan tunai oleh Nurdin Basirun dan untuk kepentingan operasional Edy dan Budy.
Selain itu, Nurdin juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp4,2 Miliar. Uang itu berasal dari para pengusaha yang minta penerbitan izin pemanfaatan ruang laut.
Nurdin juga divonis dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 5 tahun. Tak hanya itu, Nurdin juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp4.228.500.000.
Terkait perkara suap, majelis meyakini Nurdin terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan terkait gratifikasi, perbuatan Nurdin diyakini melanggar Pasal 12B Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dalam menjatuhkan hukuman, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Nurdin bertentangan dengan program pemerintah dalam memberantas korupsi dan Nurdin tidak mengakui kesalahannya.
Hal meringankan, terdakwa berlaku sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.
Kendati begitu, hukuman terhadap Nurdin lebih rendah dari tuntutan Jaks KPK yang menuntut 6 tahun penjara dqn denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Atas vonis tersebut, baik kubu Nurdin maupun kubu Jaksa KPK menyatakan pikir-pikir.