Warga di Bali Tolak Desanya Jadi Lokasi Karantina Pekerja Migran

Kepala Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Covid-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra
Sumber :
  • vivanews/Bobby Andalan

VIVA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menyesalkan adanya penolakan warga yang daerahnya menjadi lokasi karantina Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang pulang melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Sebagaimana diketahui, Pemprov Bali menyiapkan empat lokasi karantina bagi ribuan pekerja migran asal Bali di antaranya di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Bali, Balai Kesehatan Masyarakat (Bapelkes) Provinsi Bali, Balai Latihan Pegawai Pertanian (BLPP) dan Politeknik Angkatan Darat (Poltrada) Bali.

Salah satu lokasi karantina yakni Poltrada Bali berada di Banjar Samsam, Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Warga pun melayangkan keberatan desa mereka dijadikan lokasi karantina terkait penyebaran Virus Corona atau COVID-19. Bahkan warga memasang spanduk yang intinya menolak wilayah mereka dijadikan lokasi karantina terkait virus corona.

“Terkait spanduk penolakan untuk menerima pekerja migran Bali di suatu daerah oleh oknum di masyarakat, saya jelaskan kepada masyarakat Bali bahwa para pekerja kapal pesiar ini adalah anak-anak kita semuanya,” kata Kepala Satuan Tugas (Satgas) Penanggulangan Covid-19 Provinsi Bali, Dewa Made Indra, Jumat 3 April 2020.

Menurutnya, mereka mencari pekerjaan di luar negeri lantaran tak tersedia lapangan pekerjaan yang cukup bagi mereka. Jika saja Pemprov Bali maupun kabupaten/kota se-Bali bisa menyediakan lapangan kerja dengan penghasilan yang cukup, Indra yakin mereka tak akan merantau jauh-jauh ke luar negeri.

“Mereka orang-orang yang ulet, pekerja tangguh. Mereka disebut oleh pemerintah sebagai pahlawan devisa. Mereka juga adalah penopang ekonomi keluarga. Mereka adalah orang yang juga mengambil inisiatif untuk menyelamatkan ekonomi masyarakat Bali dengan bekerja di luar,” papar dia.

Selama ini, lanjut Indra, pekerja migran itu dibanggakan oleh keluarganya, oleh para orangtua, bahkan oleh orang kampungnya. “Karena mereka bisa mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Tetapi hari ini, ketika Covid-19 mewabah, ada sebagian warga masyarakat kita yang kurang menerima dengan baik anak-anak ini,” tambahnya.

Seharusnya, katanya, ketika peristiwa ini terjadi, masyarakat bisa dengan penuh kesadaran nurani menyambut mereka dengan uluran tangan terbuka. Bukan sebaliknya, malah menolak kehadiran mereka.

Indra mengatakan, mereka pulang karena situasi yang tidak memungkinkan untuk bekerja. Di mata Indra mereka merupakan anak-anak kita yang kehilangan pekerjaannya.

“Kalau mereka kehilangan pekerjaannya, maka bisa dipastikan daya topang mereka kepada keluarga juga hilang. Mereka bukan penyakit, mereka juga bukan pembawa penyakit. Seharusnya masyarakat kita memahami. Sesungguhnya saya sangat menyesalkan sikap oknum-oknum yang melakukan penolakan kepada anak-anak kita sendiri,” ucapnya menyesalkan.

Meski begitu, dia menegaskan tidak pada posisi menyalahkan. “Saya mengambil posisi bahwa oknum-oknum (yang menolak) tersebut belum mendapatkan pemahaman yang baik, pemahaman yang utuh tentang Covid-19,” tambahnya.

Ia menegaskan tak semestinya para pekerja migran ini ditakuti. Pemeriksaan kesehatan terhadap mereka sudah sesuai standar atau protokol yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Di sisi lain, sebelum kembali ke Bali mereka juga telah menjalani pemeriksaan kesehatan dengan membawa sertifikat sehat.

Setibanya di Bandara Ngurah Rai, pemeriksaan kesehatan kepada mereka juga kembali dilakukan. Salah satunya dengan pengujian rapid test.

“Saya tegaskan sesungguhnya tidak perlu pekerja migran ini ditakuti karena hasil tes yang kami lakukan selama ini baik yang dilaksanakan di Bandara Ngurah Rai maupun di tempat karantina hampir semuanya negatif, hanya 12 orang yang positif,” katanya.