Kasus Corona Terus Bertambah, Kelengkapan Alat Kesehatan 'Menipis'

Sumber :

Di tengah meningkatnya jumlah kasus di Indonesia, sejumlah tenaga medis mengaku rumah sakit di dalam negeri mulai mengalami kesulitan dalam menangani penyebaran penyakit virus corona, atau Covid-19.

Mereka mengungkap bahwa ketersediaan peralatan rumah sakit mulai menipis, sementara rasa kekhawatiran akan terinfeksi juga kian meningkat.

Agus Dwi Sutanto, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, salah satu rumah sakit rujukan penanganan Covid-19, mengatakan bahwa peralatan kesehatan di tempat itu tidak cukup untuk menangani potensi jumlah pasien yang mengalami gejala parah. Ia memperkirakan angka pasien akan terus bertambah.

"Kalau dilihat dengan kebutuhan yang ada, karena di tempat saya itu rumah sakit rujukan, banyak yang kita perlukan, terutama adalah alat bantu napas, atau ventilator, dan ini memang belum cukup karena pasien-pasien yang ada masuk itu sebagian besar mereka yang membutuhkan alat bantu napas dan kalau kita tidak tersedia alat bantu napas, pasiennya nggak bisa masuk, akhirnya terhambat," ujar Agus kepada BBC News Indonesia, Selasa (17/03).

Ia menambahkan bahwa penambahan alat diagnostik juga penting untuk ditambah, termasuk alat untuk pengambilan sampel lendir dari tenggorokan untuk mengetes spesimen. Tes tersebut dilakukan untuk mengkonfirmasi keberadaan virus SARS-CoV-2, yang menyebabkan penyakit Covid-19.

Agus mengatakan bahwa setiap hari, rata-rata lebih dari 100 orang datang ke RSUP Persahabatan untuk menjalankan tes karena memiliki riwayat kontak, perjalanan ke tempat yang terpapar maupun mengalami gejala. Keterbatasan alat menghambat proses penangangan, tambahnya.

"Saat ini, itu cukup banyak animo dari masyarakat yang punya gejala-gejala untuk melakukan pemeriksaan itu, sehingga satu hari sudah habis untuk pemeriksaan swab itu dan ada sedikit keterlambatan untuk melakukan pemeriksaan itu," ujar Agus.

Sementara itu, ia mengatakan bahwa jumlah pasien Covid-19 yang bisa dirawat dalam ruang isolasi di RSUP Persahabatan mencapai setidaknya 24 orang.

dr Handoko jatuh sakit

Melonjaknya jumlah kasus Covid-19 di Indonesia tak ayal membuat pekerja medis kelelahan. Sejak Selasa (17/3) sebuah unggahan Facebook yang menyebutkan bagaimana dr Handoko Gunawan, seorang dokter spesialis paru berusia 80 tahun di RS Graha Kedoya, Jakarta Barat, bekerja hingga dini hari untuk menangani pasien Covid-19 menjadi viral di media sosial.

Hari Rabu (18/3), dr Handoko dikabarkan jatuh sakit dan kini dirawat di RSUP Persahabatan.

Saat ditanya kabar tersebut, Agus Dwi Sutanto dari RSUP Persahabatan mengonfirmasinya.

"Iya (benar)," katanya kepada BBC News Indonesia yang bertanya kabar perawatan Handoko.

Kepala humas RSUP Persahabatan Eryuni Yanti yang dihubungi BBC Indonesia pada Rabu sore menyatakan tengah mencari data untuk mengonfirmasi kondisi kesehatan Handoko.

Ketersediaan alat medis yang menipis

Agus, yang juga merupakan Ketua Pengurus Harian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, mengatakan beberapa rumah sakit lain juga mengalami keterbatasan alat pelindung diri (APD) untuk para tenaga medis.

"Alat pelindung diri juga menipis. Ya artinya karena kebutuhan pasien yang ada dirawat cukup tinggi sehingga kita butuh APD kepada setiap tenaga medis yaitu dokter, perawat, praktisi untuk laboratorium. Nah itu kan butuh APD sehari cukup banyak, sehingga kebutuhannya cukup tinggi," kata Agus.

Getty Images
Ruang isolasi untuk pasien infeksi virus corona di Banda Aceh.

Selain ventilator dan APD, adapula rumah sakit rujukan yang mengalami keterbatasan masker bedah. Hal ini memicu di antaranya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pasar Minggu di Jakarta Selatan untuk memantau penggunaan masker secara lebih hati-hati.

"Sekarang kami penggunaan masker itu dicatat, satu petugas kesehatan itu satu hari menggunakan masker berapa itu dicatat. Permintaan masker itu kita sekarang strict banget," kata Afit Rianti, seorang perawat di RSUD Pasar Minggu, melalui sambungan telepon pada Selasa (17/03).

Data pemerintah hingga Rabu (18/3) menyatakan jumlah pasien Covid-19 saat ini mencapai 227 orang, dengan peningkatan terbanyak berasal dari wilayah DKI Jakarta, kemudian disusul oleh Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara itu, 11 dinyatakan sembuh dan 19 orang meninggal dunia.

Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, memastikan bahwa pemerintah sudah menyiapkan segala kebutuhan yang diperlukan.

Ia sebut kebanyakan pasien Covid-19 mengalami gejala ringan dan saat ini memang tidak banyak yang membutuhkan alat bantu napas.

"Berapa persen sih yang pakai alat (bantu napas)? Kasusnya yang ada itu cuma batuk-pilek biasa kok, ringan-ringan semua yang di rumah sakit yang dirawat itu kondisinya kayak begitu," kata Yurianto melalui sambungan telpon para Selasa (17/03).

Sementara itu, jumlah pasien yang terus bertambah juga memicu kekhawatiran diantara para tenaga medis.

Getty Images
Petugas medis melakukan simulasi menghadapi virus corona di Palu.

Dokter Agus mengatakan langkah-langkah yang diambil RSUP Persahabatan, di mana ia bertugas, termasuk pengaturan jadwal kerja dokter yang memastikan mereka dapat istirahat cukup demi menjaga daya tahan tubuh.

Ia menjelaskan bahwa risiko tenaga medis terinfeksi virus corona memang tinggi meskipun menggunakan alat pelindung yang lengkap.

"Risiko penularan itu sangat tinggi di antara tenaga medis, laporan di luar negeri juga seperti itu, sehingga faktor ini menjadi sesuatu kekhawatiran dari tenaga medis, bisa suatu saat terinfeksi," kata Agus.

Bagi Afit, yang merupakan seorang perawat, kecemasan itu juga timbul karena adanya risiko menularkan kepada keluarga. Langkah-langkah kewaspadaan juga ditingkatkan demi menjaga kesehatan.

"Sekarang, untuk teman-teman tenaga kesehatan itu diwajibkan, khususnya untuk teman-teman yang terpapar langsung dengan orang-orang PDP (pasien dalam pengawasan), itu kami sebelum pulang kami harus mandi dulu dengan sabun disinfektan. Terus sampai rumah pun kami diharuskan ganti baju. Kami langsung pulang, tidak boleh ke mana-mana lagi," kata Afit.

Hal itu, ia katakan, agar para tenaga medis dapat terus menjalankan tugas.

"Karena ini adalah tuntutan profesi kami, dari segi kemanusiaan kita juga, kalau bukan kita ya siapa lagi yang menangani ini? Dan ini memang udah jadi tanggung jawab kami," ujar Afit.

Puncak epidemi diperkirakan akhir Maret

Penyebaran penyakit yang menyerang pernapasan yang sudah dikategorikan sebagai pandemi global oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah terdeteksi di lebih dari 162 negara. Jumlah kasus telah mencapai hampir 200.000 orang, dan korban meninggal nyaris mencapai angka 8.000.

Di Indonesia, pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperpanjang masa darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia hingga 29 Mei 2020.

Perpanjangan masa darurat ini berimbas pada dana, di mana BNPB mempunyai kemudahan akses, antara lain pengerahan sumber daya manusia, pengerahan peralatan, dan pengerahan logistik.

Sejak pertama terdeteksi di Indonesia pada awal Maret, hingga kini sudah lebih dari 170 orang yang positif terinfeksi virus corona dan 5 orang yang meninggal dunia, menurut data pemerintah.

Sementara itu, menurut Pusat Pemodelan Matematika dan Simulasi Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam laporan yang diterbitkan pada 15 Maret, memperkirakan puncak epidemi akan terjadi pada akhir Maret.

Simulasi epidemi nCOVID-19 yang berdasarkan Kurva Richards itu memperkirakan jumlah kasus maksimal di Indonesia akan mencapai lebih dari 8.000. Sementara, akhir epidemi diperkirakan akan terjadi pada pertengahan April 2020.

Penelitian itu diperoleh dengan menggunakan parameter model hasil estimasi dari Korea Selatan, yang merupakan negara yang dipandang telah cukup berhasil menjalankan standar operasional prosedur (SOP) pencegahan pandemi penyebaran. Berdasarkan kondisi tersebut, laporan itu mencatat bahwa "bila langkah pencegahan tidak dilakukan secara serius, maka kasus bisa berlipat dalam puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan penderita."

Menilai langkah-langkah yang telah diambil pemerintah, beserta tingkat kesadaran masyarakat, Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkmen Profesor Amin Soebandrio mengatakan kemungkinan epidemi akan berlanjut hingga Mei.

"Dengan masuknya bulan puasa bulan April dan juga himbauan dari MUI untuk tidak melakukan ibadah dengan jumlah orang yang besar, kemudian nanti waktu Idul Fitri juga demikian, kita berharap sih setelah itu akan subside," kata Amin.

"Jadi sekitar bulan Mei akan mulai menurun dengan melihat tren aktivitas petugas kesehatanya pemerintah, baik Kementerian Kesehatan maupun dengan ditunjuknya satgas sehingga semua aktivitas itu lebih terkoordinir saat ini dan juga partisipasi masyarakat yang semakin besar."