Cegah Alih Fungsi Lahan, Pemerintah Harus Punya Kebijakan Solutif
VIVA – Pemerintah diminta punya kebijakan tepat terkait polemik lahan pertanian yang terus berkurang setiap tahunnya. Lahan sawah yang berganti menjadi rumah atau alih fungsi lainnya disorot.
Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria, Iwan Nurdin, mengatakan adanya alih fungsi lahan karena sawah dinilai kurang menguntungkan. Hal ini menjadi ironi mengingat RI dikenal sebagai negara agraris.
"Penyebab utama alih fungsi lahan sawah sebagian besar karena pertanian ini dianggap kurang (menguntungkan)," kata Iwan, Jumat malam, 28 Februari 2020.
Dia menjelaskan lahan pertanian di Tanah Air setiap tahun terus berkurang dengan estimasi 150 ribu hektar. Lahan garapan untuk sawah pun terus berkurang. Hal ini yang akan mempengaruhi produktifitas pertanian.
Alih fungsi lahan makin mengkhawatirkan karenw ada juga oknum tak bertanggungjawab dengan melakukan pembakaran sampai pencemaran. Belum lagi fakttor gangguan iklim serta organisme pengganggu tanaman.
Merujuk data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), luas baku lahan sawah nasional pada 2019 menyusut 287.000 hektar.
Ia juga menyinggung paradigma pemerintah yang terkesan mengarah ke aspek pembangunan perkotaan serta perkebunan. Pola pikir ini menjadi persepsi yang membuat sektor pertanian ditinggalkan.
Iwan juga menyebut hasil produksi petani tak sebanding dengan kebutuhan hidup. Faktor ini yang membuat petani terpaksa menjual lahannya. Sawah pun defisit.
"Maka itu, pemerintah harus punya kebijakan yag melindungi hasil pertanian," sebutnya.
Dia pun mengingatkan makin gencar alih fungsi lahan punya dampak negatif terhadap petani. Efek yang terasa menyangkut ketahanan pangan juga berkurang.
Petani, kata dia, seharusnya memang menjadi profesi yang dilindungi pemerintah. Jika jumlah petani makin turun drastis maka ketahanan pangan pun akan mengendur.
Penguatan profesi petani sebenarnya juga bisa dilakukan dalam UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLPPB). "Dalam dampak lebih luas mengancam ketahanan pangan, juga kedaulatan pangan," sebut Iwan.