Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dinilai Bikin Hancur Nasib Buruh
- ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
VIVA – Program Omnibus Law yang diinisiasi pemerintah dengan menerbitkan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja dinilai berdampak negatif. Nasib buruh terancam jika RUU ini tak dikawal dan kritisi.
Koordinator Departemen Antarlembaga Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Akbar Rewako menjelaskan dari sejumlah pasal dalam draf dinilai tak berpihak kepada buruh.
"Kalau kami baca pasal-pasal secara utuh, RUU ini hancurkan kehidupan buruh yang sudah hancur," kata Koordinator Departemen Antarlembaga Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN) Akbar Rewako di Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020.
Kata dia, dengan Undang-undang ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 saja nasib buruh sudah hancur. Apalagi, kini mau ditambahi dengan agenda RUU Cipta Kerja.
Poin yang dapat menghancurkan kehidupan buruh diantaranya upah dan fleksibilitas hubungan kerja yang berdampak kepada kehidupan. Lalu, terkait kesejahteraan buruh terkait besaran pesangon juga disorot.
"Kita cermati di pasal-pasalnya pesangon itu akan hilang. Sebab, dalam draf RUU, pekerja yang mendapat pesangon adalah pekerja tetap. Jadi memang pemerintah memutar balik logika kita," tuturnya.
Kemudian, masalah sistem ketentuan pengupahan terhadap kaum buruh yang berdasarkan satuan kerja dan satuan waktu.
"Ke depan bisa tidak ada upah minimum kabupaten, kota, maupun sektoral. Sebab yang menentukan adalah soal satuan dan waktu," ujarnya.
RUU Cipta Kerja menuai penolakan publik. Dari buruh sampai mahasiswa menyuarakan penolakan. Alasannya, beberapa pasal RUU ini hanya menguntungkan kalangan pengusaha namun tidak dengan buruh. Selain itu, ada sejumlah pasal yang menuai polemik.