Mantan Menpora Imam Nahrawi Didakwa Terima Suap Rp11,5 Miliar
- VIVAnews/ Edwin Firdaus
VIVA – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi didakwa menerima suap sebesar Rp11,5 miliar untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga perbuatan Imam Nahrawi dilakukan bersama-sama dengan asisten pribadinya, Miftahul Ulum.
"Terdakwa Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga bersama-sama dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menpora RI telah menerima hadiah atau janji berupa uang sejumlah Rp11,5 miliar," kata Jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan surat dakwaan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Februari 2020.
Penerimaan suap itu diduga dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI.
Jaksa merinci, terdapat dua proposal kegiatan KONI yang menjadi sumber suap Imam. Pertama, terkait proposal bantuan dana hibah Kemenpora dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional, pada multi event 18th Asian Games 2018 dan 3rd Asian Para Gemes 2018. Kedua, proposal terkait dukungan KONI pusat dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Ronald menyebut, uang itu diterima Ulum dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal KONI, dan Jhonny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI. "Patut diduga, hadiah tersebut diberikan untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI pusat kepada Kemenpora pada 2018, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu bertentangan dengan kewajiban Imam Nahrawi selaku Menpora," ujar jaksa Ronald.
Dakwaan Gratifikasi
Selain itu, Imam juga disebut menerima gratifikasi bersama-sama dengan Miftahul Ulum. Imam diduga menerima gratifikasi terkait jabatannya sebesar Rp8,6 miliar.
Jaksa merinci, penerimaan gratifikasi itu dilakukan secara bertahap. Pertama, uang senilai Rp300 juta dari Ending, kemudian Rp4,9 miliar sebagai uang tambahan operasional Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019.
Selain itu, uang senilai Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain konsultan arsitek kantor Budipradono Architecs, dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI Tahun Anggaran 2015 sampai 2016 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA.
Kemudian, uang senilai Rp1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016 – 2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA.
Terakhir, uang Rp400 jJuta dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.
"Penerimaan tersebut berhubungan dengan jabatan Imam Nahrawi selaku Menpora periode 2014-2019 yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya selaku penyelenggara negara," kata Jaksa Ronald.
Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Imam juga didakwa melanggar Pasal 12B ayat 1 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Merespons dakwaan tersebut, Imam meminta Jaksa dapat menghadirkan saksi-saksi ke persidangan. Hal ini dilakukan agar apa yang didakwakan Jaksa terhadapnya memang benar-benar terbukti. "Memberikan catatan agar kebenaran betul-betul nyata, maka dapat dilakukan dengan pembuktian di persidangan," kata Imam.
Ppolitikus PKB itu menyebutkan sangat keberatan terkait dakwaan jaksa. Imam akan membantahnya dalam nota eksepsi nanti. "Saya sangat keberatan, nanti akan disampaikan dalam pledoi, tidak ada eksepsi," kata Imam.