Siswa SMP Korban Bullying di Malang Dianiaya Justru karena Pendiam

Komisioner KPAI Retno Listyarti usai berkoordinasi dengan sejumlah pejabat Pemerintah Kota Malang dalam kasus bullying siswa SMP di kota itu, Kamis, 13 Februari 2020.
Sumber :
  • VIVAnews/Lucky Aditya

VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia menginvestigasi kasus perundungan atau bullying dengan korban MS (13 tahun), siswa SMP Negeri 16 Kota Malang, Jawa Timur. Mereka datang ke Kota Malang dengan meminta keterangan langsung dari Kepala Dinas Pendudidikan dan Kebudayaan dan Polisi.

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan tugasnya ke Malang untuk melakukan pengawasan langsung proses peradilan anak. Sebab, korban maupun pelaku merupakan anak di bawah umur. Dia pun mencari informasi pasti kenapa MS menjadi korban bullying hingga jari tengah tangan kanannya diamputasi.

Dugaan awal, kata Retno, para pelaku terinspirasi adegan kekerasan dalam film atau permainan (game), tetapi itu belum terbukti. Namun, korban memang dikenal pendiam sehingga rentan jadi target bullying.

“Korban Ini memang anak pendiam, dan itu cenderung jadi korban. Ini kan target dia diam. Kalau anak berani ngomong, nolak, ini bisa tidak terjadi. Biasanya pelakunya itu satu tapi lainnya ikutan; kalau tidak ikut, jadi balik di-bully juga," katanya di Balai Kota Malang, Kamis, 13 Februari 2020.

Menurutnya, banyak faktor yang membuat anak-anak cenderung mem-bully teman-temannya, salah satunya adalah tidak adanya ruang pengaduan di sekolah. Dia pun menyerukan anak-anak untuk berani berbicara dan melawan perundungan, sedikitnya melaporkan kejadian itu kepada guru di sekolah.

KPAI menolak perundungan dalam segi apa pun dan kepada siapa pun. Untuk kasus di Malang, dia menyarankan ada tim gabungan yang bertugas menangani bullying. Tim ini terdiri dari sekolah, Dinas Sosial, dan Polres Kota Malang. Tim itu yang bertugas menerima pengaduan di lingkungan sekolah.

"Makanya kita lakukan rapat koordinasi untuk penanganan yang lebih baik lagi. Karena bila kasus ini didiamkan justru salah. Tetapi paling penting dari itu kita bersama-sama mengembalikan psikologis korban maupun pelaku. Kemudian membuat sistem yang baik agar bullying tidak terjadi lagi," tutur Retno.

KPAI menegaskan bahwa perlu solusi untuk mengatasi persoalan bullying MS. Apalagi kekerasan yang dialami MS bisa menimbulkan trauma, karena dia menjadi cacat fisik akibat kekerasan yang dia terima. KPAI mewanti-wanti bahwa bullying bukanlah gurauan semata.

Dalam kasus MS, katanya, memang tidak sampai mengancam nyawa, meski korban luka-luka, bahkan salah satu jarinya harus diamputasi. Namun, yang pasti kasus-kasus semacam itu tidak boleh didiamkan.