Ngabain ke WNI Eks ISIS: Jangan Kau Bebani Pemerintah dan Masyarakat

Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Kantor Staf Presiden (KSP) menyatakan bahwa pemerintah saat ini masih menyiapkan argumentasi dan landasan hukum terkait boleh pulang tidaknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang merupakan mantan kombatan ISIS. Namun, sebetulnya status mereka dianggap bukan lagi WNI meski belum ada pernyataan tegas terkait itu.

Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin hanya mengisyaratkan hal itu. Menurut dia, dengan pernyataan-pernyataan mereka yang mengatakan bahwa Indonesia negara thoghut atau kafir dan lari dari Indonesia masuk ke organisasi teroris di negara lain, maka itu menjadi pernyataan mereka untuk melepas kewarganegaraannya.

"Jangan lupa bahwa pernyataan (WNI eks ISIS) terhadap negara ini adalah negara thogut, negara ini adalah negara kafir, di dalam Islam itu adalah akad, saya merinding," tegas dia dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Minggu, 9 Februari 2020.

Dia juga berpendapat, pada dasarnya isu kepulangan mereka seharusnya tidak harus menjadi beban bagi masyarakat karena mereka telah memilih jalannya sendiri untuk bergabung dengan ISIS. Meski begitu dia menegaskan bahwa pemerintah memang mempertimbangkan bagi para wanita dan anak-anak yang diajak pria untuk datang ke sana karena tak ada pilihan lain.

"Maksudnya begini, siapa-siapa yang pergi untuk dan atas nama dirinya, kesenangan dirinya, memilih ideologinya kemudian pergi dan keluar Indonesia, kemudian menempuh jalan surgawinya, tempuhlah jalan itu. Kau selamat atau enggak selamat itu urusan mu, jangan lagi bebani negara dan pemerintah serta masyarakat Indonesia dengan rencana kepulangan mu," paparnya.

Ngabalin juga mengingatkan, berdasarkan kajian Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, pemulihan bagi orang yang telah terpapar paham radikalisme atau terorisme, membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Untuk anak-anak saja membutuhkan waktu tiga tahun delapan bulan untuk memulihkan kembali mereka menyebutkan Pancasila.

"Menyebutkan Pancasila, menyanyikan lagu Indonesia Raya, itu membutuhkan waktu tiga tahun delapan bulan, jangan gampang-gampang. Apalagi ini menyangkut ideologi, menyangkut aqidah. Kalau orang sudah menyebutkan Indonesia itu adalah negara thogut saya mengerti ini adalah aqidah," tegas Ngabalin. (ren)