Kasus Meikarta, Eks Bos Lippo Cikarang Didakwa Suap Bupati Bekasi

Tersangka suap perizinan proyek Meikarta, Bartholomeus Toto.
Sumber :
  • Edwin Firdaus/VIVanews.

VIVA – Mantan bos PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto menjalani sidang dakwaan kasus pemberian suap Rp10,5 Miliar untuk Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu, 5 Februari 2020.

Dalam dakwaannya, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menyebut bahwa Toto bersama-sama Edi Dwi Soesianto, Satriyadi dan PT Lippo Cikarang, diduga melakukan penyuapan terkait kepentingan proyek Meikarta. 

"Melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut. Memberi sesuatu berupa uang Rp10,5 miliar kepada Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Kabupaten Bekasi," kata Jaksa KPK, Ferdian Adi Nugroho membacakan dakwaan.

Dijelaskan Jaksa Ferdian, pemberian uang Rp10,5 miliar tersebut diduga untuk memuluskan surat izin peruntukan dan penggunaan tanah (IPPT) yang akan digunakan untuk proyek Meikarta. "Dan senilai Rp500 juta untuk E Yusuf Taufik selaku Kabid Tata Ruang Bappeda Pemkab Bekasi," kata Ferdian. 

Neneng sendiri sudah divonis bersalah karena kasus Meikarta, bersama-sama dengan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi.

Jaksa merincikan, pemberian suap Rp10,5 Miliar ini berawal dari PT Lippo Cikarang yang hendak membangun Meikarta di total lahan seluas 438 hektare yang dibagi 3 tahap. Untuk menindaklanjuti tahap pertama, Lippo Cikarang membutuhkan IPPT. 

Perusahaan terbuka itu kemudian menunjuk Edi Dwi Soesianto dan Satriyadi dari bagian perizinan untuk mengurusnya. Keduanya lantas bertemu ?dengan E Yusuf Taufik di sebuah Masjid di Cibiru Kota Bandung. 

Pada pertemuan itu, Satriyadi menanyakan pada E Yusuf Taufik, apakah bupati Bekasi bersedia mengurus perizinannya. Jika bersedia, disiapkan Rp20 Miliar. E Yusuf Taufik lalu menyampaikan kepada Neneng. Satriyadi dan Edy selanjutnya mengajukan permohonan IPPT untuk lahan seluas 143 hektare, namun hanya disetujui 84,6 hektare. 

Pada Mei 2017, Neneng meneken IPPT tersebut dan meminta E Yusuf Taufik menanyakan komitmen fee dari Lippo Cikarang. Yusuf Taufik sebagai suruhan bupati lalu menanyakan ihwal komitmen itu ke Edi dan Satriyadi. 

"Edi dan Satriyadi menyampaikan permintaan Neneng ke Toto dan menyetujui permintaan tersebut senilai Rp10 miliar. Uang tersebut diserahkan Melda Peni Lestari di helipad Lippo Cikarang," kata Jaksa. 

Diketahui, saat di persidangan dengan terdakwa mantan Bos Lippo, Billy Sindoro, Melda pun turut dihadirkan dan dikonfirmasi ihwal pemberian itu. Uang Rp10 miliar diserahkan bertahap oleh Edy pada Juni, Juli, Agustus, Oktober, November 2017 dan Januari Rp 2018. 

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Jaksa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.

Perkara Toto ini merupakan kelanjutan dari perkara suap perizinan proyek Meikarta yang melibatkan empat pemberi suap dari Lippo Cikarang. Yakni, Billy Sindoro?, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi. 

Lalu penerima suap yakni Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Kadis PUPR Bekasi Jamaludin dan stafnya Neneng Rahmi Nurlaily. Lalu Kadis Damkar Bekasi Sahat Banjarnahor dan Kepala DPMPTSP Dewi Tisnawati. 

Dalam kasus ini, Toto pernah mengajukan pra peradilan ke Pengadilan Negeri. dia berdalih penetapan tersangka Toto cacat hukum karena hanya berdasarkan pada satu alat bukti, yakni pengakuan Edy Dwi Soesianto di persidangan.  

Namun, upaya pra peradilannya kandas. Kasus ini terus berlanjut sampai disidangkan di Pengadilan Tipikor Bandung. Semuanya terdakwa lainnya pun sudah divonis bersalah. 

Selain itu, perkara suap Meikarta ini juga menyeret Sekda Jabar Iwa Karniwa yang diduga menerima uang Rp900 juta dari Lippo Cikarang melalui Neneng Rahmi dan Henry Lincoln dari Dinas PUPR Bekasi. Uang tersebut untuk memuluskan persetujuan substansi Gubernur Jabar terhadap Raperda RDTR Bekasi.