Layaknya Negara, Keraton Agung Sejagat Punya Menteri hingga Militer

Toto Santoso, pria yang mengklaim sebagai Raja Keraton Agung Sejagat.
Sumber :
  • Twitter @aritsantoso

VIVA – Layaknya sebuah negara yang memiliki susunan menteri hingga struktural pemerintah, Keraton Agung Sejagat (KAS) juga demikian. Toto Susanto (42 tahun) sebagai sang raja memiliki sekitar 13 menteri dalam pemerintahan kerajaannya.

Menurut Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Polisi Iskandar Fitriana Sutisna, KAS memiliki susunan pemerintahan. Setidaknya ada 13 menteri yang masuk dalam jajaran 'raja' Toto.

"Kami temukan ada 13 menteri, ada penasihat atau resi, ada menteri ekonomi, sosial, politik hingga mempunyai susunan militer juga," ujarnya kepada awak wartawan di Mapolda Jawa Tengah, Rabu 15 Januari 2020 siang.

Untuk menduduki jabatan tertentu, Sutisna menceritakan, setiap orang wajib membayar iuran bermacam-macam. Dari harga Rp3 juta hingga Rp30 juta. Makin tinggi uang iuran makin tinggi pula jabatannya. "Ada juga jabatan untuk daerah otonom seperti gubernur, bupati dan lurah, semuanya tergantung iuran yang disetorkan. Itu jadi modus untuk merekrut anggota," ujarnya.

Selain iming-iming jabatan, anggota baru yang sudah menduduki jabatan juga akan digaji dengan uang dollar. Bahkan apabila pengikutnya tidak mau membayar iuran, akan dicap sebagai pembangkang dan teroris yang akan mendapat malapeta.

"Pengikutnya diwajibkan iuran, sampai puluhan juta rupiah, dengan berbekal janji jabatan serta jaminan kehidupan yang lebih baik. Apabila tidak mau akan mendapatkan malapetaka," kata Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Rocky Amelza Dahniel saat konferensi pers.

Toto bersama permaisurinya Fanni Aminadia (41) sebelumnya mendeklarasikan sebagai raja dan ratu Kerajaan Agung Sejagat. Mereka berdua mengklaim sebagai kerajaan dunia yang mewarisi tahta Kerajaan Majapahit dan Mataram Kuno. Tipu daya mereka menarik pengikut adalah melalui simbol-simbol kerajaan.  Toto sendiri mengklaim mendapat wangsit untuk melanjutkan kerajaan Mataram dan Majapahit. 

Saat ini, keduanya harus mendekam di Mapolda Jawa Tengah untuk proses hukum selanjutnya. Mereka disangkakan pasal keonaran dengan menyebar berita kebohongan dan penipuan, dengan ancaman sepuluh tahun bui.