Raja Keraton Agung Sejagat Tetap Akui NKRI dan Presiden Jokowi
- Twitter @aritsantoso
VIVA – Kepolisian Daerah Jawa Tengah menetapkan status tersangka terhadap dua orang yang mengaku sebagai raja dan ratu/permaisuri Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso dan Fanni Aminadia. Aparat menjerat mereka dengan pasal tentang penyebaran kebohongan, menimbulkan keonaran, dan memungut sejumlah uang untuk tujuan yang tidak jelas.
Polisi memeriksa kedua tersangka dari banyak aspek, tidak hanya yuridis, melainkan juga historis, sosiologis, psikologis, dan hubungannya dengan konstitusi atau ketatanegaraan Indonesia. Dalam aspek yang terakhir, polisi memeriksa kedua tersangka dan para saksi untuk memastikan bahwa Keraton Agung Sejagat tidak bertentangan dengan sistem ketatanegaraan Indonesia.
"Namun demikian tersangka mengatakan tidak ada; mereka tidak bertentangan, mereka tetap menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia; mengakui presiden dan wakil presiden dan seluruh pemerintahan Indonesia," kata Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Rycko Amelza Dahniel dalam telekonferensi dengan tvOne pada Rabu, 15 Januari 2020.
Karena alasan itulah, katanya, penyidik memfokuskan penyidikan pada "sebuah upaya tipu daya kepada
masyarakat". Selain mengelabui masyarakat dengan mengklaim sebagai raja dan ratu, kedua tersangka juga memungut sejumlah uang kepada pengikutnya yang disebut sebagai iuran. Jumlahnya bervariasi, antara Rp3 juta sampai Rp30 juta.
Terutama tersangka Toto Santoso, menurut Rycko, dianggap paling bertanggung jawab atas penggunaan berbagai atribut, seperti seragam ala militer dan panji-panji serta bendera-bendera. Begitu pula dengan pemalsuan sejumlah identitas, termasuk identitas pribadi dan identitas kerajaan-kerajaan yang diakui oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"Kartu-kartu [identitas] itu yang digunakan untuk meyakinkan warga, yang dibuat sendiri, bahwa dia adalah orang yang memang mendapatkan wangsit untuk menjadi raja," katanya.