Penjelasan Pakar soal Fenomena Tanah Amblas di Gunungkidul
- VIVAnews/Cahyo Edi
VIVA – Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Gunungkidul Edy Basuki mengatakan, sinkhole paling banyak terjadi pada tahun 2018. Selama tahun 2018, tercatat ada 32 sinkhole di wilayah Gunungkidul.
Edy menyebut, 32 titik sinkhole ini tersebar di sejumlah kecamatan. Di antaranya ada di Kecamatan Semanu, Rongkop, Ponjong Girisubo, Purwosari, Tanjungsari, Saptosari dan Paliyan.
"Paling banyak di Kecamatan Rongkop. Ada 18 sinkhole," ujar Edy di DIY pada Senin, 6 Januari 2020.
Untuk tahun 2019, sambung Edy tak ditemukan terjadinya sinkhole di Gunungkidul. Tahun 2019, lanjut Edy, memiliki masa kemarau yang panjang.
Menurut Edy, sinkhole bisa muncul saat curah hujan tinggi. Sinkhole biasanya terjadi di daerah yang dahulunya merupakan cekungan dan dalam kurun waktu yang lama tertutupi tanah. Edy menerangkan, fenomena sinkhole ini merupakan hal yang wajar terjadi di daerah karst seperti Gunungkidul.
"Itu (sinkhole) terjadi karena hujan, terus air genangan (dari hujan) bercampur tanah lalu masuk ke lubang kecil atau disebut ponor. Karena ada cekungan (di dalam tanah) maka rembesan itu (air campur tanah yang masuk ke lubang kecil) mengakibatkan tanah amblas" kata dia.
Edy menjelaskan, di awal tahun 2020 ini dengan kondisi curah hujan tinggi sinkhole ditemukan di Dusun Karangawen, Desa Karangawen, Kecamatan Girisubo.
Sementara itu, Ketua Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana (KLMB) UGM, Prof Suratman mengatakan, sinkhole atau tanah berlubang di Gunungkidul merupakan fenomena yang kerap terjadi di daerah karst yang didominasi oleh batuan gamping.
"Pertama dari faktor batuan gamping itu kan punya fragmen-fragmen ya, pecah-pecah itu. Kalau ada air jadi tempat untuk larut ke bawah. Ketika terjadi hujan deras dan terdapat air yang mengenang, membuat struktur tanah menjadi lembek akibatnya tanah menjadi turun. Nah waktu turun itu akan terjadi semacam diameter yang ambles, namanya sinkhole, terjadinya lubang," kata Suratman di UGM, Senin, 6 Desember 2020.
Suratman menjelaskan, selain karena batuan gamping, sinkhole bisa pula terjadi karena adanya aliran sungai bawah tanah. Suratman menyebut, butuh penelusuran yang mendalam untuk mengetahui apakah ada aliran sungai bawah tanah yang menyebabkan terjadinya sinkhole.
Suratman menjabarkan, masyarakat dapat dengan mudah mengenali adanya sinkhole utamanya pada saat hujan pertama mulai turun. Waktu hujan pertama, lanjut Suratman, masyarakat dapat melihat apakah ada air yang menggenang terus kering atau menggenang agak lama.
"Kalau menggenang agak lama berarti tahan. Tapi kalau menggenang langsung kering, hujan lagi menggenang kering, terus dia amblas, nah ini gejala. Penduduk yang memiliki lahan harus tahu ini," ucap dia.
Menyikapi fenomena sinkhole ini ada dua hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat. Yaitu memperbaiki dan menutup sinkhole itu atau membiarkannya.
"Pertama, lubang bisa ditutup dengan semen atau bisa juga ditutup plastik dan ditimbun kembali dengan tanah. Kalau langsung ditimbun dengan tanah, potensi kembali berlubang masih ada karena bagian bawah sudah rapuh," papar Suratman.
"Kedua, lubang tersebut dibiarkan tumbuh secara alami. Suatu ketika besok kalau fenomenanya bagus bisa menjadi objek wisata. Kan dahulu luweng-luweng begitu. Terus sekarang jadi atraktif gua."