Orangutan di Kalbar Masih Rentan dengan Berbagai Ancaman

Foto Bersama usai bahas orang utan di Kalbar
Sumber :
  • kalbar
Para pemangku kepentingan kembali duduk bersama di Pontianak, 12-13 Desember 2019. Mereka membahas nasib dua sub-species orangutan di Kalimantan Barat yakni Pongo pygmaeus-pygmaeus dan Pongo pygmaeus wurmbii.

Pertemuan yang diinisiasi oleh Forum Konservasi Orangutan Kalimantan Barat (FOKKAB) ini menghadirkan unsur pemerintah, swasta, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat. Titik fokus pembahasan menyasar aspek habitat dan tantangan ke depan.

Berdasarkan hasil pertemuan, terungkap bahwa kondisi orangutan di Kalbar belum luput dari berbagai ancaman. Kedua sub-species, baik Pongo pygmaeus-pygmaeus maupun Pongo pygmaeus wurmbii tersebar di sejumlah metapopulasi dengan ancaman utama perburuan, pembukaan jalan, konversi lahan, karhutla, dan illegal logging.

Dari pertemuan itu pula mengemuka tren sebaran orangutan yang mencapai 80 persen berada di luar kawasan konservasi. Tren ini mengindikasikan pentingnya Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) memegang mandat penuh untuk menyelamatkan orangutan dari berbagai ancaman, terutama degradasi lahan.

Fasilitator pertemuan Tito Indrawan dari FOKKAB mengatakan para pihak telah melakukan serangkaian upaya ke arah yang lebih baik.

“Para pegiat konservasi telah menginisiasi pusat rehabilitasi, sekolah, rilis, dan sebagainya. Hanya saja persoalan lain seperti tak ada habisnya,” katanya di Pontianak, Sabtu (14/12/2019).

Menurut Tito, FOKKAB berfungsi sebagai simpul yang menyambung kebutuhan sesama pegiat konservasi orangutan. Hal ini sangat beralasan sebab anggota forum ini beranjak dari latar belakang yang berbeda.

Di sini FOKKAB bertugas menjahit serpihan gerakan para anggotanya. Dengan demikian, lembaga ini dapat menjadi simpul informasi konservasi orangutan di Kalbar.
Forum ini juga memegang peran penting dalam hal edukasi dan kampanye.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Pengurus Yayasan Penyelamatan Orangutan Sintang Kasudungan Pakpahan. Pria yang akrab disapa Dudung ini mengatakan bahwa hingga kini ada 13 individu orangutan yang sudah dilepasliarkan. Namun masih ada 39 individu orangutan yang sedang direhabilitasi. Mayoritas orangutan dimaksud diserahkan oleh masyarakat secara sukarela atau terpaksa.

“Kami berusaha memulihkan sifat liarnya sebelum dilepasliarkan. Selanjutnya dimonitoring pergerakannya. Masyarakat juga difasilitasi agar turut berperan serta melindungi orangutan. Caranya dengan membangun pabrik tengkawang, rumah betang, dan beasiswa. Semua ini adalah stimulus bagi warga agar mereka dapat melindungi orangutan dan habitatnya. Kita ingin melihat orangutan hidup damai di hutan, bukan di kandang,” terang Dudung.

Perwakilan dari PT Kayung Agro Lestari, Nardiono juga membeberkan sejumlah inisiatif perlindungan orangutan di konsesinya. Menurutnya, PT KAL menganggap perlindungan orangutan sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap regulasi yang ada.

“Kita terapkan pembangunan yang bertanggung jawab. Tidak sebatas membangun kebun, tapi juga lingkungan dan sosial,” katanya.

Perusahaan ini juga sudah berkomitmen mengalokasikan kawasan bernilai konservasi tinggi seluas 3.844 hektar atau 27 persen dari luas total konsesi yang dikuasainya. Dari luasan itu, diperkirakan terdapat 200 individu orangutan dalam areal konsesi. “Ini populasi yang sangat padat,” ujarnya.

Muncullah ide untuk membangun suatu koridor yang menghubungkan kawasan bernilai konservasi tinggi di Hutan Desa Manjau. Di tahun 2017 areal tersebut bergabung menjadi kawasan ekosistem esensial (KEE) melalui SK Gubernur No. 718/dishut/2017.

Dalam pengelolaannya PT KAL berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti BKSDA, YIARI, Tropenbos, dan masyarakat sekitar konsesi. Program lain yang dilakukan oleh PT. KAL adalah pendidikan lingkungan hidup terhadap pelajar yang berada di sekitar konsesi.