Gugatan Terhadap Rektor Undip Ditolak, Prof Suteki: Cacat Hukum
- VIVAnews/Dwi Royanto
VIVA – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Suteki mengambil langkah banding atas ditolaknya gugatan terhadap Rektor Undip, Prof Yos Yohan Utama oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang. Suteki menilai, putusan Majelis Hakim cacat hukum.
"Ini banyak yang cacat hukum. Saya akan melakukan banding karena saya tinggal di negara hukum sehingga saya akan menggunakan seluruh kemampuan saya sesuai jalur hukum yang berlaku," kata Suteki usai sidang putusan di PTUN Semarang, Rabu, 11 Desember 2019.
Menurut Suteki, fakta yang ditampilkan di dalam sidang gugatannya terhadap sang rektor banyak yang cacat hukum. Terlebih saat hakim menolak seluruh eksepsi atau keberatan dalam kasus gugatan yang dilayangkan Suteki karena alasan terlalu lama.
Dalam kasus ini, Suteki bahkan menyebut Rektor Undip tidak konsisten dalam menjatuhkan sanksi karena dalam tuduhan dan kewenangan penjatuhan sanksi peraturan yang digunakan berbeda.
"Misalkan saja tuduhannya (rektor) memakai Peraturan Pemerintah nomor 53 seharusnya prosedur kewenangan dan sanksi memakai PP 53. Bukan menyimpang PP 52 untuk statuta universitas," jelasnya.
Ketua Majelis Hakim PTUN, Syofian Iskandar dalam amar putusannya menolak eksepsi yang dilayangkan oleh Suteki. Bahkan hakim juga menolak sejumlah barang bukti yang diajukan.
Hakim menilai barang bukti berupa proses pemecatan yang dikeluarkan oleh Rektor Undip, Yos Yohan Utama sudah sesuai alur yang berlaku.
Lalu, hakim juga menimbang mengenai tata cara pemanggilan sidang untuk sanksi disiplin. Fakta di persidangan mengungkapkan dekan Fakultas Hukum tak pernah sekalipun melakukan pemanggilan terhadap Suteki.
Barang bukti gugatan lain yang ditolak ketua hakim berupa aturan sanksi pemecatan yang dianggap Suteki menyalahi prosedur. "Memutuskan bahwa seluruh eksepsi yang diajukan penggugat, ditolak. Meminta kepada penggugat membayar seluruh biaya sidang senilai Rp339 ribu," tutur ketua majelis hakim.
Prof Suteki dicopot dari jabatan Ketua Prodi Magister Ilmu Hukum dan Ketua Senat Fakultas Hukum pada 28 November 2018. Hal itu buntut dari kesediaan Suteki menjadi saksi ahli dalam persidangan gugatan Organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan judicial review di Mahkamah Konstitusi pada Oktober 2017.
Suteki dianggap melanggar disiplin Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Rektor memberhentikan Suteki dari jabatannya melalui surat keputusan nomor: 586/UN7.P/KP/2018 tentang pemberhentian dua jabatan penting dan beberapa jabatan lain di luar kampus.