Tak Terima Tunjangan, Ribuan Dosen PTS Berontak

Ilustrasi demonstrasi.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bayu Nugraha

VIVAnews - Mereka yang selama ini senyap, tak bersuara lantang dan beraksi garang akhirnya menyerah. Nelangsa jiwa yang terus membatin membuat mereka bangkit memberontak.

Strategi demi strategi, kemudian disusun rapi sedemikian rupa, guna mencapai hasil yang maksimal. Pepatah, diam tertunduk maka tertindas terpatri dalam jiwa mereka yang sedang dirundung kegalauan luar biasa. Mereka kini, siap berjuang dan memberikan perlawanan demi tegaknya sebuah keadilan dan membungkam seluruh bentuk penindasan. Namun, tak gelap mata dan tetap berada dalam koridor yang sesuai.

Mereka, bukanlah bagian dari kelompok Separatis atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang siap sedia mengangkat moncong senjata memperjuangkan cita-cita yang katanya patut diperjuangkan padahal, melanggar konstitusi dan harus berhadapan dengan aparat penegak hukum. Namun, mereka adalah bagian dari pendidik yang memiliki tujuan mulia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mencetak generasi penerus yang unggul, punya kemampuan dan kualitas yang baik, agar kelak mampu bersaing dengan SDM dari belahan dunia manapun.

Adalah mereka, ribuan dosen dari seluruh universitas swasta di bawah naungan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah X yang meliputi, Sumbar, Jambi, Riau dan, Kepulauan Riau. Terhitung sejak Juli hingga Desember 2019 lalu, mereka tidak lagi menerima tunjangan profesi dosen atau yang lebih dikenal dengan istilah serdos.

Entah kenapa alasannya sehingga, LL Dikti Wilayah X menunda proses pembayaran tunjangan profesi dosen tersebut. Padahal, amanat Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan, Pendidikan Tinggi RI Nomor 20 Tahun 2017 jelas mengatakan jika tunjangan profesi itu adalah hak seluruh dosen yang wajib dibayarkan bahkan di setiap bulannya jika sudah sesuai dengan ketentuan yang termaktub di dalamnya.

Bagi ribuan dosen yang kini sedang dirundung kegalauan dan penantian yang tak jelas itu, tunjangan profesi yang dibayarkan dalam bentuk rupiah oleh negara, tentu saja sangat diharapkan. Tak semua dosen ternyata menerima penghasilan yang layak sesuai dengan kompetensinya. Masih banyak di antara mereka yang digaji jauh dari kata layak.

Tunjangan profesi yang diburu dengan perjuangan panjang itulah kemudian yang diharapkan mampu menambah penghasilan dan meningkatkan taraf perekonomian keluarga. Namun kini, mereka sedang di hadapkan oleh sesuatu yang tidak memiliki ujung kepastian. Tunjangan profesi yang seharusnya bisa mereka nikmati, belum diterima. Padahal sudah dianggarkan pada tahun sebelumnya melalui APBN.

Secara personal, beberapa dari ribuan dosen itu sebelumnya sempat beberapa kali bertanya kepada otoritas terkait, dalam hal ini Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LL Dikti) Wilayah X. Namun, lagi-lagi hanya janji yang diberikan. Janji itu, selalu bergeser dari bulan ke bulan. Untuk meredam kegalauan para dosen, LL Dikti Wilayah X bahkan sempat meminta kepada seluruh dosen PTS untuk mengaktifkan kembali rekening bank yang sudah tidak aktif lagi karena, tunjangan profesi itu mau ditransfer. Namun faktanya, hingga kini apa yang dijanjikan tak kunjung dipenuhi.

Doktor Aermadepa, dosen Universitas Mahaputra Muhammad Yamin (UMMY) Solok, yang didapuk menjadi koordinator forum dosen Perguruan Tinggi Swasta di Sumatera Barat menyebutkan, terhitung sejak bulan Juli lalu, ribuan dosen Perguruan Tinggi Swasta di bawah naungan LL Dikti wilayah X sama sekali belum menerima tunjangan sertifikasi tersebut.

LL Dikti, kata Aermadepa, selalu memberikan janji, akan diurus ke pusat. Namun, hingga kini sama sekali tak kunjung ada kejelasan. Biasanya, para dosen selalu rutin menerima tunjangan profesi itu di setiap bulannya. Namun, ditahun 2019 mereka terakhir menerima pembayaran pada bulan Juli yang diperuntukkan untuk pencairan bulan Juni.

"Intinya, biasanya kami terima tunjangan dosen (uang serdos) tersebut rutin perbulan. Namun, 2019 terakhir menerima pada bulan Juli yaitu untuk serdos bulan Juni. Jadi, Juli hingga Desember ini belum diterima. Dikomunikasikan ke LL Dikti, selama ini hanya dijanjikan akan segera cair. Namun, karena tidak ada tanda-tanda akan menerima pembayaran, maka para dosen PTS menjadi resah. Sehingga diputuskan membuat What's Up group yang ditujukan untuk menyatukan kami. Forum dosen PTS LL Dikti Wilayah X namanya. Group ini untuk menampung seluruh aspirasi guna memperjuangkan hak kita bersama," kata Aermadepa, Sabtu 7 Desember 2019.

Lebih lanjut Aermadepa, terkait dengan keterlambatan pembayaran ini, menimbulkan banyak pertanyaan dikalangan dosen PTS. Karena, khusus untuk dosen yang berasal dari Perguruan Tinggi Negeri, proses pembayaran tidak ada masalah atau tidak ada penundaan dengan jangka waktu yang panjang. Hanya, dialami oleh para dosen dari perguruan tinggi swasta saja.

Menurut Aermadepa, setidaknya ada sekitar sembilan ribuan dosen PTS di wilayah X yang belum menerima pembayaran tunjangan profesi itu. Tunjangan itu, kata Aermadepa, sangatlah berarti bagi para dosen sebagai penyambung hidup keluarga mereka. Untuk sampai kepada titik menerima tunjangan profesi itu pun tak mudah.

Mereka, harus berjuang matian-matian menunaikan seluruh kewajiban. Karena, dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan, Pendidikan Tinggi RI nomor 20 tahun 2017, tak seluruh dosen bisa menerima tunjangan profesi. Hanya, teruntuk mereka yang sudah memenuhi berbagai persayaratan yang dibebankan.

"Ini kegelisahan kami. Nasib pendidik justru diabaikan. Bagi saya, ini nyaris seperti penganiayaan pada para dosen. Herannya, yang untuk dosen PTN lancar saja. Jadi, dosen-dosen PTS ini betul-betul seperti dianaktirikan. Padahal beban dan kewajiban, sama," ujar Aermadepa.

Tertunda Akibat Dideposito?

Ketidakjelasan kapan uang tunjangan profesi itu dibayarkan, kemudian menimbulkan sejumlah spekulasi dikalangan dosen PTS. Bahkan, banyak yang menduga hak mereka yang seharusnya diterima setiap bulannya itu, dialihkan oleh pihak LL Dikti Wilayah X dengan cara disimpan dalam bentuk deposito berjangka yang mana uang itu, hanya bisa ditarik pada waktu tertentu saja.

"Isu uang itu didepositokan, juga berkembang di group kami. Teman-teman mengira seperti itu. Dulu kabarnya, pernah dibayarkan sekali Dua atau Tiga bulan. Tapi, setelah diproses tahun berikutnya lancar. Sekarang begitu lagi. Kalau melihat durasi waktu pembayarannya, ini cocok dengan dengan jangka waktu kalau kita nabung dengan cara deposito," kata Aermadepa.

Uang serdos ini, menurut Aermadepa, adalah belanja tetap. Setiap belanja tetap, itu sudah dianggarkan dalam APBN. Apalagi dalam APBN 2019, tidak ada anggaran perubahan. Bukti bahwa masuk dalam belanja tetap adalah, kawan-kawan dari LL Dikti yang lain tidak tersendat pembayaran serdosnya. Lalu, kenapa kemudian LL Dikti wilayah X malah sebaliknya, tersendat.

"APBN tidak mungkin ditetapkan secara diskriminatif. LL Diki yang lain dianggarkan. Seharusnya LL Dikti X juga demikian. Itu kenapa kemudian spekulasi macam-macam jadi berkembang. Entah karena sistem keuangan yang bermasalah atau memang di depositokan uang kita itu. Yang jelas, kita akan terus bergerak memperjuangkan hak kita ini," ujar Aermadepa.

Aermadepa berharap tunjangan profesi itu segera dibayarkan. Karena, kemarin sempat berkembang kalau dalam enam bulan ini hangus dan tidak ada gerakan, maka ini akan menjadi preseden buruk. Nanti, malah akan gampang LL Dikti untuk tidak membayarkan tunjangan dosen yang merupakan amanat undang-undang itu. Karena, itu merupakan hak dosen dan diamatkan UU.

Geruduk Kantor LL Dikti Wilayah X

Untuk memastikan apa penyebab yang membuat tunjangan profesi itu tidak dibayarkan hingga kini, ratusan dosen dari berbagai perguruan tinggi swasta di Sumatera Barat itu, berencana mendatangi kantor LL Dikti Wilayah X pada Senin 9 Desember 2019. Mereka akan meminta kejelasan terkait persoalan ini.

Bahkan, mereka akan meminta otoritas terkait mengeluarkan pernyataan secara tertulis perihal penyebab kenapa uang serdos itu tidak dibayarkan. Mereka akan bertahan hingga ada kejelasan. Selain itu jika tidak ada titik terang, mereka juga akan berencana membawa perkara ini ke Komisi X Komite III DPD, Ombudsman, Kemendikbud dan pihak terkait lainnya.

"Senin besok kita akan datangi kantor LL Dikti X. Bukan demo, tapi kami mempertanyakan hal tersebut secara resmi. Kita akan bersurat. Kita akan ramai-ramai datang kesana. Karena ini perjuangan bersama bukan perjuangan satu atau dua orang dosen. Kita akan perjuangkan ini semaksimal mungkin, karena ini adalah hak kita bersama. Harus ada kejelasan," tegas Aermadepa.

Merujuk kepada Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan, Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2017, bahwa tunjangan profesi bagi dosen dan tunjangan kehormatan profesor itu, diberikan sebagai penghargaan terhadap kinerja dosen. Pada pasal 2 tertulis jelas kalau, tunjangan profesi itu diberikan kepada dosen yang memiliki jabatan akademik asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.

Sedangkan pada Pasal 3 dibunyikan, kalau tunjangan profesi itu diberikan kepada dosen apabila, memenuhi persyaratan antara lain, memiliki Sertifikat Pendidik yang diterbitkan oleh Kementerian, melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi dengan beban kerja paling sedikit sepadan dengan dua belas SKS dan paling banyak sepadan dengan enam belas sks pada setiap semester dengan ketentuan, beban kerja pendidikan dan penelitian paling sedikit sepadan dengan sembilan sks yang dilaksanakan di perguruan tinggi yang bersangkutan.

Beban kerja pengabdian kepada masyarakat dapat dilaksanakan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan atau melalui lembaga lain, tidak terikat sebagai tenaga tetap pada lembaga lain di luar perguruan tinggi tempat yang bersangkutan bertugas, memiliki Nomor Induk Dosen Nasional dan berusia paling tinggi 70 tahun untuk Profesor dan 65 tahun untuk lektor kepala, lektor, dan asisten ahli.

Kalau merujuk kepada Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan, Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2017 itu, jelas bagi seorang dosen tidaklah mudah untuk mendapatkan tunjangan profesi. Berbagai beban kerja dan persyaratan lainnya, harus mereka penuhi agar hak itu kemudian bisa didapatkan.

Kembali ke bilangan ruang-ruang kuliah, disela kesibukan mengajar dan beban kerja yang semakin berat, ribuan dosen PTS itu tengah menanti sebuah kepastian. Mereka berharap tunjangan profesi itu, segera dibayarkan agar bisa menopang perekonomian keluarga.

Saban hari mereka terus membatin. Apalagi jika mengingat perjuangan untuk bisa mendapatkan tunjangan pfofesi itu sangatlah berat. Memaksa mereka harus mengeluarkan energi yang lebih hingga mengesampingkan keluarga besar. Mereka berharap pengorbanan yang mereka lakukan selama ini tidak sia-sia dan setimpal.