Soal Majelis Taklim Harus Terdaftar, PKS: Terlalu Intervensi

Ketum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir dan Presiden PKS Sohibul Iman.
Sumber :
  • VIVAnews/ Syaefullah

VIVA – Pengurus Pusat Muhammadiyah menghargai niat Kementerian Agama yang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.

Tetapi, menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir, kebijakan itu jika dikaitkan dengan radikalisme, berlebihan dan tidak nyambung.

"Tapi juga pada saat yang sama kebijakan itu tidak boleh diskriminatif. Jadi kalau ada problem radikalisasi yang punya potensi intoleran, kekerasan dan membenarkan kekerasan, ekstrem maka muaranya kan jangan satu institusi," kata Haedar, usai melakukan pertemuan dengan pimpinan PKS bersama jajarannya di kantor Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu malam, 4 Desember 2019.

Dia menambahkan, "Kalau satu institusi yang ada di umat Islam apa lagi majelis taklim itu kan hidup, nanti kan asumsinya, oh berarti umat Islam itu menjadi sumber dari radikalisme".

Jika kemudian ini diterapkan nanti, menurut Haedar, konteksnya demokrasi bisa ke mana-mana. Nanti aktivitas-aktivitas sosial yang ada di masyarakat itu juga nanti akan ada pembatasan, pendaftaran.

Padahal, hidupnya bangsa Indonesia dengan semangat kegotongroyongan itu juga ada dalam aktivitas-aktivitas sosial yang hidup di akar rumput.

"Persis sama aktivitas ke-Islaman itu hidup melalui majelis taklim. Karena itu alangkah bagusnya bahwa biarkan majelis taklim itu menjadi kekuatan dinamis untuk menghidupkan keberagamaan yang positif, keberagamaan yang menciptakan damai kemudian toleran, memberi rahmat bagi lingkungan," katanya.

Menurut dia, kalau ada hal-hal yang bersifat ekstrem, intoleran itu tidak dibawa ke dimensi keberagamanaan atau umat Islam, tetapi itu bagian dari ranah hukum, ketertiban sosial, dan lain-lain.

"Jadi saya pikir ada hal yang kita berdemokrasi itu tidak harus lewat regulasi-regulasi aturan yang sifatnya praktis seperti itu. Tetapi harus menjadi tugas-tugas tertentu saja dari mendekatkan ketertiban sosial," ujarnya.

Sebab, kata dia, jika satu agama diatur nanti di agama lain juga harus diatur. Kemudian dalam kehidupan sosial juga diatur nanti malah pemerintah habis waktunya untuk mengatur masalah-masalah seperti ini.

Sementara itu, Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah hari ini menjadi sebuah kebijakan yang terlalu berlebihan dan ini mengingatkan  kepada zaman Orde Baru dulu.

"Kami ingin, Muhammadiyah dan PKS, sebagai bangsa kita jangan terjebak bolak-balik apa yang dulu pernah kita lakukan itu kesalahan masa kita ke situ," katanya.

Dia menambahkan, "Jadi kita melihat apa yang diputuskan oleh pemerintah hari ini ya tentu kami kritisi karena ini sesuatu yang tak proporsional dan ini terlalu mengintervensi kepada aktivitas-aktivitas sosial keagamaan masyarakat. Kita berharap pemerintah bisa melihat masalah ini".