Kasus Korupsi E-KTP, KPK Banding Vonis Markus Nari
- VIVA/ Edwin Firdaus.
VIVA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Markus Nari, terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menjelaskan, langkah itu ditempuh karena berbagai pertimbangan.
"Pada prinsipnya, pertimbangan banding dilakukan agar uang hasil korupsi dapat kembali ke masyarakat secara maksimal melalui mekanisme uang pengganti, karena dalam putusan Pengadilan Tipikor itu, tuntutan uang pengganti yang dikabulkan baru berjumlah US$400 Ribu. Uang ini merupakan uang yang diduga diterima terdakwa dari Andi Narogong di dekat Stasiun TVRI Senayan," kata Febri melalui pesan singkatnya, Selasa, 3 Desember 2019.
Sedangkan dugaan penerimaan lain, lanjut Febri, yaitu US$500 ribu saat ini belum diakomodir ke dalam putusan tingkat pertama tersebut.
Febri mengatakan, Penuntut Umum KPK cukup meyakini dugaan penerimaan dari Andi Narogong melalui keponakan mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto di ruang Rapat Fraksi Golkar tersebut terbukti di pengadilan.
"Oleh karena itu, KPK mengajukan banding. Karena KPK cukup meyakini, seharusnya terdakwa terbukti menerima USD900 ribu atau setara lebih dari Rp12 Miliar sehingga uang tersebut diharapkan nantinya dapat masuk ke kas negara," kata Febri.
Selain itu, lanjut Febri, KPK juga berharap penanganan kasus korupsi e-KTP tersebut bisa membongkar secara maksimal bagaimana persekongkolan aktor politik dan birokrasi dalam "mengkondisikan" sejak awal proyek triliunan rupiah itu, sejak tahap penyusunan anggaran, perencanaan proyek hingga implementasi. Apalagi e-KTP merupakan sesuatu yang sangat vital bagi administrasi kependudukan dan merupakan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. "Oleh karena itu, dukungan dari semua pihak untuk pekerjaan panjang ini sangat dibutuhkan," ujarnya.
Sebelumnya, pada putusan Pengadilan Tipikor Jakarta, mantan anggota DPR dari Golkar, Markus Nari dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Tak hanya itu, Markus juga diwajibkan membayar uang pengganti? senilai US$400 ribu, serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun usai enjalani pidana pokok.