Menteri Pertanian Diminta Atur Rekomendasi Impor Bawang Putih

Petani bawang putih
Sumber :
  • Petani bawang putih di kecamatan Kledung Kabupate Temanggung, Jawa Tengah.

VIVA – Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Guntur Saragih mengatakan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih harus diberlakukan dengan sehat. Dia pun meminta Menteri Pertanian Syahrul mengkaji aturan tersebut.

"Tentu itu prinsip dari KPPU apakah menjadi persaingan. Soal kepentingan apakah itu akan swasembada, itu tentunya kementerian teknis yang punya pandangan itu. Kalau kami apakah semua kondusif ke semua pelaku usaha," kata Guntur di Jakarta, Jumat 22 November 2019.

Guntur menjelaskan, kebijakan pemerintah harus memberikan ruang persaingan yang sehat bagi pelaku usaha. "Apapun itu harus beri ruang persaingan sehat," katanya.

Anggota Komisi IV Darori Wonodipuro menilai sama. Ia mengkritik Permentan 39 tahun 2019 sebagai langkah ketidak konsistenan Kementan. 

Menurutnya, sebelum Permentan buatan Amran Sulaiman sebelum melepas jabatan menteri pertanian membuat rugi banyak pihak. Bahkan, menafikan upaya swasembada  bawang putih yang digagas pemerintah sendiri. 

"Itu akhirnya yang bertanggungjawab kan menteri yang baru, bukan dia (Amran). Kalau Menjelang akhir masa jabatan membuat peraturan mestinya menteri yang baru. Harus dicabut itu (Permentan)," kata Darori.

Darori menjelaskan, seharusnya wajib tanam tidak dicabut. Pencabutan kebijakan tersebut merugikan. Ia mempertanyakan alasan tidak adanya kewajiban tanam bagi pengusaha yang merugikan negara. 

Ia mengusulkan, jika importir boleh impor tanpa wajib tanam, seharusnya diterapkan deposit untuk uang menanam. Uang itu nantinya disimpan di bank untuk jaminan menanam. 

"Kemarin kita sudah komentari, kalau memang tidak ada kewajiban tanam. Ya, itu perlu ada deposit uang untuk menjadi kalau ada titipan dari importir kalau tidak tanam pemerintah tanam pakai uangnya importir begitu," katanya.

Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto mengatakan Permentan nomor 39 tahun 2019 dibuat dengan berbagai pertimbangan, dan bukan keputusan sepihak. 

Prihasto mengatakan, Permentan mengakomodir kebijakan WTO (World Trade Organization) yang mengatur persyaratan ekspor impor  berdasar ketentuan mereka.

"Itu kan (menyesuaikan) dari WTO, bukan pertimbangan sepihak dari Kementerian Pertanian, jadi kita tidak boleh mempersyaratkan sesuatu yang diluar WTO," ujarnya.

Prihasto menjelaskan, esensi kewajiban tanam itu tetap ada. Namun, diganti menjadi kemitraan bukan wajib tanam lagi. Ia menegaskan Kementan tetap akan melakukan pengawasan atau kontrol  terhadap importir yang sudah mendapat RIPH. 

"Jadi misalnya importir dapat RIPH, nanti dia dikasih waktu satu tahun untuk penanaman, tahun berikutnya kita lihat dulu, dia tanam atau tidak, kalau tidak sesuai ya tidak kita berikan lagi RIPH nya," tutur Prihasto. 

Ia mengatakan, kebijakan kemitraan importir dan petani ini tetap mengacu pada tujuan utamanya menggenjot produksi produk holtikultura di dalam negeri.