Kemenkeu Pastikan Tak Ada Desa Fiktif di Kawasan Wisata Prioritas NTT

Pelabuhan Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur
Sumber :
  • VIVAnews/Raden Jihad Akbar

VIVA – Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal  Perbendaharaan Kementerian Keuangan Nusa Tenggara Timur, Lydia Kurniawati Christyana, mengklaim NTT, termasuk di dalamnya kawasan pariwisata super prioritas, yakni Labuan Bajo hingga Pulau Komodo, bebas dari adanya keberadaan desa fiktif.

Kata dia, desa siluman yang saat ini tengah mencuat keberadaannya untuk menyerap menyerap dana desa belum terdeteksi di wilayah tersebut. Meskipun setiap tahunnya dana desa mengalami peningkatan di NTT, dengan tingkat serapan yang sangat maksimal tiap tahunnya.

"Untuk Nusa Tenggara Timur tidak ada, jadi sebetulnya kami punya in charge juga di situ. karena kan sebetulnya dalam konsep penyaluran dana desa tahap yang ke-2 atau ke-3, kita harus review Perda (Peraturan Daerah) pembagian dana desa per desa," kata dia, saat ditemui VIVAnews di Labuan Bajo, NTT, Jumat 15 November 2019.

Berdasarkan datanya, anggaran dana desa pada 2019, yang mengucur ke NTT berjumlah Rp3,02 triliun pada 2019, dengan tingkat dana yang tidak terserap diperkirakan hanya sebesar 0,1 persen. Sementara itu, pada 2020, dana desa yang akan dikucurkan ke NTT berjumlah Rp3,09 triliun atau meningkat dua persen.

"Kami dari bendahara umum negara, tugasnya sebagai kuasa pengguna anggaran penyaluran. Jadi, sepanjang prasaratnya yang disampaikan itu ada secara administratif tentu akan disalurkan," tegasnya.

Adapun jumlah desa yang berada di Provinsi NTT, tercatat sebanyak 3.026 desa. Artinya, jika dihitung secara kasar, rata-rata desa di NTT mendapat kucuran dana desa sebanyak Rp998 juta per desa.

Anggaran itu diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan, peningkatan kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan.

"Hampir semua desa dapatkan, kalau jumlahnya sekitar 3.000 desa. Penetapan jumlah desa kan dibahas dulu Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) dan Kemendes (Kementerian Desa). Di situ dihitung formula dan sebagainya baru dialokasikan Kementerian Keuangan," tutur dia.

Menurutnya, persoalan keberadaan desa fiktif memang menjadi pekerjaan rumah bersama lintas kementerian dan lembaga terkait peninjauan kembali peraturan pembentukan desa. Sebab, ditegaskannya, Kementerian Keuangan sesuai tugasnya hanya menyalurkan dana, sedangkan yang menetapkan jumlah desa ada di Pemerintahan Daerah. (asp)