Kasus Helikopter AW 101, KPK Berharap Mahfud MD Ikut Berkontribusi

Menko Polhukam Mahfud MD saat tiba di kantor setelah pelantikan di Istana Negara.
Sumber :
  • Reza Fajri

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi berharap ada kontribusi Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD terkait masalah pengusutan perkara kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW 101 di intitusi TNI.

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Mahfud memiliki kewenangan dan tugas dalam memberikan masukan untuk menyelesaikan perkara kasus dugaan korupsi Heli AW-101.

"Pak Mahfud di Kemenko Polhukam, dia juga punya tugas dan koordinasi. Semoga bisa berkontribusi juga jadi tidak hanya menyampaikan info seperti kemarin, tetapi juga membantu penegakan hukum yang dilakukan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dikonfirmasi awak media, Rabu 13 November 2019.

Febri menuturkan, pihaknya memiliki alasan agar Mahfud ikut turun tangan dalam penyelesaian kasus ini. Apalagi Presiden salah satu yang meminta penyelesaian kasus itu menjadi prioritas.

Febri menyebut ada kesulitan untuk memeriksa sejumlah saksi pada beberapa waktu lalu. Namun, dia tidak merinci siapa saksi yang dimaksud. Tapi, itu berasal dari unsur militer.

"Kami sudah melakukan komunikasi kepada saksi tersebut untuk dilakukan pemeriksaan," kata Febri

Febri menambahkan, kasus dugaan korupsi Heli AW -101, tak mudah menyelesaikannya. Pasalnya butuh koordinasi antara KPK dan TNI. Dalam penanganan proses hukumnya juga berbeda, sedangkan para pelakunya juga melibatkan unsur sipil dan militer.

"Karena itu, kelompok yang berwenang juga berbeda dan sanksinya juga berbeda," kata Febri

Febri juga berharap penghitungan nilai kerugian negara atas kasus itu dapat diselesaikan oleh BPK. Sebab, sampai sekarang belum ada perkembangan signifikan. "Kami harap BPK RI bisa menyelesaikan hasil audit dan tidak terlalu lama," imbuh Febri.

Terkait kasus ini, setidaknya terdapat empat perwira militer TNI telah ditetapkan tersangka dalam perkara ini. Mereka yakni Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara, Marsekal Pertama, Fachri Adamy dalam kapasitas sebagai pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.

Kemudian, Letnan Kolonel TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas, Pembantu Letnan Dua berinsial SS selaku staf Pekas, dan Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan.

Sementara di KPK, penyidik telah menetapkan satu orang tersangka yaitu Direktur PT Diratama Mandiri, Irfan Kurnia Saleh. Dia diduga telah mengerahkan dua perusahaannya yakni DJTM dan PT Karya Cipta Gemilang untuk mengikuti proses lelang pengadaan heli di TNI AU.

Irfan juga diduga telah menaikan nilai perikatan kontrak dengan pihak AW selaku produsen helikopter, yang semula harganya Rp514 miliar menjadi Rp738 miliar. Akibatnya, negara mengalami kerugian keuangan hingga Rp220 Miliar. [mus]